Shibou Endo o Kaihi Shita – Chapter 20
Chapter 20 – PoV 【Empat Gadis Tercantik】 ⑥
Terkunci 🔒
Menghitung mundur...
Chapter ini akan terbuka otomatis pada .
Atau kamu bisa membaca chapter ini di sini.
Trakteer
Chapter 20 – PoV 【Empat Gadis Tercantik】 ⑥
“–––––Kata bijak Ibu Teresa yang mengatakan bahwa lawan dari cinta itu bukan kebencian, melainkan ketidakpedulian, memang bisa aku pahami, tapi aku sama sekali nggak setuju dengan itu. Lawan dari cinta jelas adalah kebencian, kan~”
Tetesan air perlahan menetes dari kantung transparan yang tergantung pada tiang infus, mengalir melalui selang dan masuk ke lengan pasien.
Lengan itu penuh dengan bekas tusukan jarum, yang menunjukkan betapa beratnya perjuangan panjang pasien tersebut melawan penyakitnya.
Di sisi tempat tidur, ada dua orang yang duduk di sebelah kiri dan dua di sebelah kanan, sementara pemilik ranjang terlelap.
Suara napas pasien terdengar samar, lemah, tetapi tetap membawa tekad untuk bertahan hidup.
Sebuah masker oksigen menutupi wajahnya, dan embusan napas yang keluar membuat bagian dalam masker itu berembun.
Namun, di tengah-tengah pemandangan berat ini, senyum cerah dan tak wajar dari Shuna tampak begitu mencolok.
“Keluargaku pernah dikhianati oleh seseorang yang sangat dipercaya. Dia mencuri uang perusahaan dan kabur, lho~”
Cerita itu memang pernah tertulis dalam buku harian milik Shuna.
Dari sanalah kejatuhannya dimulai, dari seorang putri pemilik perusahaan menjadi seorang yang terpuruk.
“Ketika dia tertangkap, uangnya sudah dihabiskan untuk berjudi. Alasannya lucu sekali lho~, ‘Aku ingin menggandakan uang ini dan mengembalikan jasa pada keluarga Nanjo!’ katanya. Lucu sekali, kan~”
Walau bibirnya tersenyum, ada sinar dingin di matanya.
Ekspresi aneh yang menggabungkan senyuman dan kemarahan itu membuatku tak bisa berkata apa-apa.
“Sementara dia hidup nyaman di dalam tahanan, dengan semua kebutuhan sandang, pangan, dan papan terjamin, keluargaku harus berurusan dengan lintah darat. Bahkan aku hampir menjual tubuhku, lho~ Negara ini benar-benar lunak terhadap para pelaku kejahatan, ya.
–––––Dia seharusnya mati saja”
Ekspresi Shuna berubah datar, tanpa emosi, dan tangannya mengepal begitu kuat seperti menjepit sesuatu.
Namun, saat dia menyadari bahwa “topeng” senyumnya telah retak, dia segera kembali menunjukkan senyuman biasanya.
“Ah, maaf ya~ Itu sebabnya aku berpikir, lawan dari cinta itu kebencian. Kalau kamu dikhianati oleh seseorang yang kamu percayai, tentu kamu akan membencinya begitu dalam, kan~? Kata-kata bahwa lawan dari cinta itu ketidakpedulian hanyalah omong kosong dari mereka yang gak pernah benar-benar dikhianati”
Bagi Shuna, pengkhianatan tampaknya adalah dosa terbesar yang tak bisa dimaafkan.
Retakan pada senyumnya yang biasanya sempurna terlihat jelas.
“Aku sudah mengalaminya dua kali, tapi kali ini berbeda. Si brengsek itu nggak mendapatkan hukuman apa pun. Dia mempermainkan kita sesuka hati, tapi sekarang dia menikmati hidup dengan tenang tanpa mengetahui apa pun. Sementara itu, sang penyelamat sejati kita sedang sekarat. Apakah kalian gak merasa marah dengan keadaan ini? Dengan semua ini, apakah kalian gak ingin membunuhnya?”
“Itu…”
Aku tak bisa memaafkannya.
Aku tak ingin lagi berhubungan dengannya.
Bahkan di LINE, aku sudah memblokirnya, dan jika bertemu di dunia nyata, aku berniat mengabaikannya.
–––––Namun, aku sangat membencinya hingga ingin membunuhnya.
Namun, ketika kata “membunuh” terdengar, “akal sehat” berpihak pada logikaku.
Aku menggelengkan kepala, lalu menatap Reine dan Shino.
Dari mata mereka, aku melihat keraguan yang sama seperti yang kurasakan.
“Haah… jadi hanya sebatas itu, ya~”
Shuna menatap kami dengan ekspresi dingin dan penuh penghinaan.
Tatapannya memancarkan kejengkelan dan kekecewaan yang jauh lebih kuat daripada kata-kata.
“Aku sedikit kecewa, sih~ Ternyata rasa terima kasih kalian pada Satoshi-kun, maksudku, Satoshi-sama, hanya sebatas itu. Jika ‘akal sehat’ atau ‘aturan’ bisa menghentikan kalian, berarti rasa terima kasih kalian gak terlalu dalam, kan? Tapi ya, kalau memang begitu, aku gak masalah~”
“Apa?”
Dengan gerakan anggun dan penuh daya tarik, Shuna mendekatkan wajahnya ke wajah Satoshi.
Napas lembutnya terdengar, dan dia menyentuh kulit yang mengintip dari balik perban dengan ujung lidahnya.
“Apa yang kamu lakukan!?”
Aku spontan berdiri dan memprotesnya.
“Apa, sih? Ini hanya tanda kesetiaan, kok~”
“Tanda… kesetiaan?”
Shuna mendekatkan wajahnya ke wajah Satoshi hingga jarak mereka begitu intim.
Tatapan matanya dipenuhi kelembutan, seakan dia sedang memuja Satoshi.
“Awalnya kupikir dunia ini hanya dipenuhi sampah~ Tapi Satoshi-sama adalah satu-satunya yang menyelamatkan hidup kita tanpa meminta imbalan apa pun. Cinta saja gak cukup untuknya. Dia adalah seseorang yang layak kita pertaruhkan hidup kita, bukankah begitu?”
Wajah Shuna memerah, napasnya menyapu telinga Satoshi.
“Jika ada yang namanya Dewa di dunia ini, bagiku, Satoshi-sama adalah Dewa itu~. Jadi–”
Dia perlahan menegakkan tubuhnya dan dengan gerakan seperti boneka mati yang mendadak hidup, dia memutar lehernya dengan sudut yang tidak wajar, menatap kami dengan ekspresi tanpa emosi.
“Si brengsek itu gak akan pernah aku maafkan. Dia bukan hanya menghancurkan kita, tapi juga melukai Satoshi-sama”
Kemudian, dia tersenyum manis ke arah kami.
“Aku sepenuh hati mendukung harem, kok~ Satoshi-sama terlalu luar biasa untuk dimiliki olehku seorang, dan aku ingin kita semua yang bernasib sama menjadi bahagia. Tapi, hanya saja–”
Ekspresinya kembali datar.
“Ketika dia yang mempertaruhkan nyawanya untuk melindungi kita sedang menderita, apakah kalian berpikir dia pantas untuk menikmati kedamaian begitu saja?”
Kata-kata Shuna seperti menguji hati kami.
Rasanya seperti dia menyodorkan semacam “ujian kesetiaan” di hadapan kami.
Ketegangan itu begitu kuat, membuat tenggorokanku terasa tercekat.
“… Shuna benar”
Orang pertama yang berbicara adalah Reine.
“… Satoshi-sama adalah satu-satunya yang melindungiku dari ibuku yang kejam. Aku masih hidup sampai sekarang semua karena dia”
Reine dengan lembut menyentuh tangan kanan Satoshi.
Wajahnya memerah, dan dengan tatapan penuh rasa sayang, dia menatap Satoshi.
Gadis tercantik di sekolah itu memancarkan aura memikat, dan kehangatan itu menular kepada kami, menaikkan suhu tubuh kami.
Dan lalu–––––
“Pria brengsek yang merebut semua pencapaian itu dan mempermainkan hatiku pantas dilemparkan ke neraka. Etika? Hukum? Nilai-nilai universal seperti itu gak pernah sekalipun melindungiku”
Tatapan matanya yang bergemuruh seperti badai di musim dingin memantulkan bayangan orang yang harus dia bunuh.
“… Aku juga bersumpah untuk setia”
Giliran Shino yang merespons.
“Sebagai anak selir, aku selalu dianggap beban oleh ibu tiri dan saudara tiriku. Aku gak pernah punya sekutu. Selama ini, aku hanyalah alat dalam pernikahan politik, gak lebih dari itu. Aku bahkan gak punya keberanian untuk melarikan diri, seorang pengecut, itulah aku…”
Shino, yang biasanya tak pernah kehilangan sikap anggunnya, mulai menceritakan kondisi dan kelemahan yang dia sembunyikan selama ini.
“Bagiku, masa SMA hanyalah kesempatan untuk menunda pertunanganku dengan pria menjijikkan yang harus aku hindari. Aku bahkan hampir menyerah percaya pada pangeran Impian”
Wajah Shino menunjukkan ekspresi penuh keputusasaan.
“Tapi, akhirnya aku bertemu dengannya. Seseorang yang begitu luar biasa hingga aku rela menentang keluarga Shinonome demi dirinya”
Dengan pandangan lurus ke arah kami, dia mendekat ke tubuh ‘Iriya Satoshi’ yang terbaring.
Lalu–––––
“Itu sebabnya, aku gak akan pernah memaafkan si sampah itu yang mencuri pencapaian Satoshi-sama dan hidup seenaknya… Aku pasti akan membunuhnya, dengan cara apa pun. Aku akan mengejarnya hingga ke ujung neraka dan memastikan dia mati!”
Shino terlihat begitu menakutkan hingga kata-katanya seolah mampu memotong seseorang.
Suaranya pelan namun tajam menggema.
“Begitu, ya~?”
Shuna lalu bertanya padaku.
“… Alasan aku bisa bertahan bekerja sebagai model gravure adalah demi dia. Sebenarnya aku gak ingin melakukannya, setiap hari aku ingin berhenti. Aku ingin lari”
Aku takut pada lensa kamera yang tak bernyawa dan tatapan di baliknya.
Rasanya menakutkan membayangkan tubuhku yang terekspos akan dilihat oleh dunia.
Namun, aku tak punya keahlian lain.
Kupikir jika aku menjadi terkenal, dia akan hanya melihatku.
–––––Nyatanya, realita begitu kejam.
Meski aku telah mempertaruhkan tubuhku, aku terus diancam akan dipecat dan disuruh melakukan “pekerjaan tambahan” demi karierku.
Bukan hanya tubuhku yang dihancurkan, tetapi juga pikiranku.
Di tengah keputusasaan dan saat aku merasa tak ada jalan keluar, dia datang.
Dia menghabiskan uang besar untukku, artis yang tak laku ini, demi membuktikan cintanya.
Aku mencintainya.
Aku benar-benar mencintainya.
Aku rela memberikan segalanya untuknya.
Oleh karena itu–––
Semua tenaga terasa menghilang dari tubuhku.
Dengan kepala tertunduk, aku membiarkan kata-kataku mengalir tanpa kendali.
“… Aku setuju dengan pendapat Shuna, dan bahkan dengan kata-kata Ibu Teresa. Tapi aku merasa keduanya kurang lengkap. Lawan dari cinta adalah kebencian, dan di sisi lain dari cinta dan benci adalah ‘ketidakpedulian’”
–––––Aku merasa akhirnya menjadi diriku yang sebenarnya.
Aku melepaskan diri dari akal sehat, logika, dan moralitas.
Semua yang tak berguna akhirnya sirna.
“Coba pikirkan posisi Satoshi-sama. Dia selalu memberikan kita ‘cinta’, tapi yang kita balas hanyalah ‘ketidakpedulian’, bukan?”
Kebanggaan akan “volunteer” memang terdengar indah.
Sebuah perbuatan baik tanpa pamrih, dilakukan murni untuk membantu orang lain.
Namun, apakah itu benar-benar “tanpa pamrih”?
Setiap perbuatan menyelamatkan seseorang selalu membawa balasan berupa rasa terima kasih.
Itu memberi rasa puas di hati.
Jika dilakukan oleh pelajar, itu akan menaikkan nilai mereka.
Jika dilakukan oleh selebriti, itu akan memberi citra baik.
Namun Satoshi-sama, seorang reinkarnasi dari dunia lain, berbeda.
Apapun yang dia lakukan, semua pencapaiannya selalu direbut oleh [Sano Yuto], si sampah itu.
Bahkan hak untuk hidup dirampas darinya.
Hidupnya hanyalah tentang kehilangan –– itu adalah kehidupan Iriya Satoshi.
“Rasanya pasti menyakitkan, bukan? Begitu berat, bukan?”
Tanpa kusadari, air mata mengalir di pipiku.
Jangan khawatir.
Kami akan memastikan hidupmu bersinar.
Tapi sebelum itu–––––
“Karena itulah, mari kita buat dia merasakan apa yang Satoshi-sama alami. Pengkhianatan, kehilangan, semua penderitaan itu. Lalu–––”
Mereka terkejut mendengar kata-kataku, tetapi segera tersenyum.
“Itu ide yang bagus. Lagipula dia pasti berpikir hubungannya dengan kita akan tetap sama. Tapi, bagaimana cara kita membuat dia merasakan penderitaan itu?”
“Mungkin kita bisa menunjukkan betapa bahagianya kita bersama Satoshi-sama? Membuatnya terbakar cemburu?”
“Tapi bagaimana kita bisa memastikan dia melihat itu?”
“Kalau begitu, bagaimana jika kita memastikan Satoshi-sama kuliah di universitas yang sama dengan kita?”
“Ehh~? Itu artinya menggunakan kekuatan keluarga Shinonome untuk memaksanya masuk universitas kita, kan? Aku gak ingin membuat Satoshi-sama khawatir…”
Jika ada kesalahpahaman bahwa “Kekuatan Koreksi Dunia” masih berlanjut, itu akan menjadi masalah.
Aku sudah bebas, jadi aku tidak ingin menimbulkan keraguan aneh yang membuat orang lain menderita.
“Jangan khawatir, setelah memeriksa komputer Satoshi-sama, aku menemukan bahwa dia telah mendaftar dan diterima di universitas tempat kita akan melanjutkan pendidikan. Kebetulan, fakultasnya juga sama seperti orang itu”
“Ah, begitu ya~”
“Tempat yang sempurna untuk memperlihatkan pemandangan NTR, bukan?”
“Benar. Kalau boleh berharap, aku ingin bisa duduk di sampingnya selama kelas nanti~”
Aku tau ini permintaan yang mewah, tapi tetap saja, ada sedikit rasa kesepian.
“Fufu, kalau begini terus, proses pendaftaran universitas mungkin nggak selesai tepat waktu, dan Satoshi-sama akan dipaksa mengambil jeda setahun. Kuyakin itu gak sesuai dengan keinginannya, jadi bagaimana kalau kita meminta pihak rumah sakit untuk mengirimkan dokumen-dokumen pendaftaran ke sini?”
“Aku jadi gak sabar menantikan musim semi! Ah, ngomong-ngomong, tentang cara membunuh orang ‘itu’ ––bagaimana menurutmu?”
Sejenak keheningan.
“F-fufu, Satsuki-chan, kamu sudah cukup kehilangan akal sehat, ya~! Tapi, aku setuju”
“Sejujurnya, cara berpikir kita yang sangat mirip ini cukup menarik. Aku juga berniat melakukan hal yang sama”
“Benar. Gak ada cara lain, bukan? Untuk memastikannya merasakan penderitaan Satoshi-sama”
Kami adalah karakter yang diciptakan oleh tragedi yang sama bernama [LoD].
Tidak ada yang bisa dilakukan, tidak ada cara untuk melawan, dan tidak ada tempat untuk melarikan diri.
Apakah pemikiran ini melanggar etika?
Lalu kenapa?
Apa gunanya moralitas?
Moralitas tidak pernah menyelamatkan kami.
Di dunia ini, hanya ada tiga sekutu kami dan Satoshi-sama.
Selain itu, semuanya hanyalah puing-puing, kehampaan, serpihan dunia yang telah runtuh.
“Ahaha…”
Perasaan superior menyelimuti tubuh kami, dan kami menyerahkan diri sepenuhnya kepada sang penyelamat tercinta.
Di sekelilingnya, atmosfer di kamar rumah sakit seperti dipenuhi aroma manis yang memikat, memenuhi udara dengan keharuman yang kaya dan menggoda.
Hati kami mencair karena kebahagiaan menyentuh sosok tercinta ini, hingga tubuh kami gemetar.
Cepatlah bangun.
Aku ingin kamu menginginkan kami.
Dan––
“––Kami menunggumu, oke?”
TL Note: Njirrrr udah pada rusak heroinnya.
✽✽✽✽✽
Author Note:
Terima kasih sudah membaca sampai di sini!
Silakan scroll ke bawah, lalu tekan tombol [Ikuti], [Ulasan], dan [★ untuk Apresiasi] sebanyak 3 kali.
Oh ya, aku juga baru mulai di X, jadi kalau berkenan, tolong follow aku!