Shibou Endo o Kaihi Shita – Chapter 18
Chapter 18 – Kau yang Paling Tidak Bisa Kumaafkan–––
Terkunci 🔒
Menghitung mundur...
Chapter ini akan terbuka otomatis pada .
Atau kamu bisa membaca chapter ini di sini.
Trakteer
Chapter 18 – Kau yang Paling Tidak Bisa Kumaafkan–––
Tatapan tajam dan dingin Reine menusuk Sano.
Meski begitu, Sano sama sekali tidak ragu dan memberikan senyum tenang pada Reine.
“Sudah sekitar sebulan ya. Bagaimana kabarmu… naa…”
Reine mengabaikan Sano dan menyejajarkan pandangannya denganku.
Aku mengalihkan pandangan karena teringat sosok menyedihkanku tadi, tapi Reine tersenyum seolah melihat anak yang tidak bisa diapa-apakan.
“Maaf ya, Satoshi. Aku sedikit terlambat”
“Nggak, itu gak masalah. Tapi…”
“Gak perlu melanjutkan kata-katamu”
Reine berkata sambil lembut menyentuh bibirku.
“Aku senang kamu sangat mempedulikan kami. Tapi, kalau semua itu didasari rasa bersalah padamu… aku sedikit sedih”
“Reine…”
Reine sedikit menundukkan pandangannya.
Tapi, segera kembali ke ekspresi dingin dan anggunnya, lalu tanpa berkata apa-apa memegang pegangan kursi roda.
“Nah, ayo makan siang. Shino bilang dia ingin makan ramen. Katanya ingin mencicipi masakan rakyat biasa”
“… Haha, khas Shino sekali”
Suara Reine yang dingin dan anggun entah kenapa terasa sangat hangat saat ini.
Aneh sekali.
Rasa sesak yang kurasakan tadi sedikit mereda, digantikan rasa aman.
Reine mendorong kursi rodaku dari belakang.
Biasanya aku merasa malu dan ingin segera turun, tapi sekarang aku merasa sangat tenang.
“Lama gak ketemu, Reine. Bagaimana kabarmu?”
“–––”
“Ck”
Reine memperlakukan keberadaan Sano seolah-olah tidak ada sejak awal.
Saat melewati pintu aula,
“Satoshi-kun, maaf menunggu~!”
“Uwa!”
Satsuki berlari ke arah kursi rodaku dengan tersenyum.
Tapi begitu mengangkat wajahnya, ekspresinya berubah muram.
“Kamu gak apa-apa? Lukanya gak tambah parah? Aku sangat khawatir karena kamu nggak bisa melakukan apa-apa sendirian tanpa kami…”
“Gak apa-apa kok. Seperti biasa”
Malah tambah sakit karena Satsuki menabrakku.
“Aku juga sama khawatirnya–––”
“Benar~ Aku gak mau Satsuki-chan saja yang diistimewakan–––”
Shuna dan Shino muncul dari belakang Satsuki dengan bibir mengerucut, tapi suara mereka kehilangan emosi.
“Eh? Eh? Ada apa––– ah, begitu rupanya”
Saat Satsuki melihat “sesuatu” di belakangku, matanya menjadi gelap dan suaranya kehilangan intonasi.
“Satsuki”
Sano memanggil Satsuki tapi dia tidak merespon, malah menatapku dengan tersenyum.
“Kamu sudah dengar dari Reine kan, katanya ada kedai ramen enak di luar kampus. Iya kan, Shino?”
“Ya, ayo cepat ke sana. Aku ingin mencoba benda yang disebut ‘mesin tiket’ itu”
“Tetap saja Ojou-sama ya~”
“Hei, tunggu…”
Sano bergumam terhuyung-huyung, tapi sepertinya tidak ada yang mendengarnya kecuali aku.
Yang lebih penting, saat aku mencoba melihat ke belakang, mereka membuat dinding menghalangi pandanganku dan mulai mendorong kursi rodaku.
✽✽✽✽✽
––– PoV Sano Yuto –––
“Hei…”
Kakiku terasa seperti ditempeli timah, sama sekali tidak bisa bergerak.
Meski mengulurkan tangan, tidak bisa menggapai hal yang penting.
Seperti fatamorgana yang menjauh.
“Tunggu! Ada banyak hal yang ingin kutanyakan!”
Meski kupanggil, mereka sama sekali tidak merespon, seperti berbicara pada tirai.
“Shino, kamu tau ramen itu seperti apa?”
“Pertanyaan bodoh. Kamu pikir aku ini apa…”
“Ojou-sama yang penuh rasa ingin tau dan suka bikin ribut kan? Apa bisa masuk ke perutmu…”
“Kalau gak cukup, berikan padaku ya~ Aku lapar~ Satoshi-kun juga kan~?”
“Eh? Ah, ng… yah, begitulah”
Bukan kau!
Saat mataku bertemu dengan Iriya, mereka langsung membuat dinding dan pandangan kami tidak bertemu lagi.
Di antara lima orang yang berjalan di depan, hanya Iriya yang secara khusus menyadari keberadaanku.
Ironisnya, hal itulah yang memberitahuku bahwa empat orang yang berjalan di depanku bukanlah ilusi.
“Hei, berhentilah mengabaikanku dan dengarkan aku!”
Akhirnya tubuh dan pikiranku sejalan dan aku mulai mengejar mereka.
Meski sudah lama tidak bertemu, mereka berempat sama sekali tidak melihat ke arahku dan itu membuatku sedikit kesal, tapi aku berusaha tetap tenang.
Namun–––
“Kalau begitu, biar aku yang menyuapimu ya~”
“Itu curang kan!? Iya kan, Satoshi-kun. Kalau makan ramen dengan tangan yang bukan dominan nanti terciprat, jadi biar aku yang bantu!”
“Kalau ada gadis berisik seperti Satsuki di dekatnya, nafsu makan Satoshi akan berkurang kan? Aku gak terlalu lapar, jadi biar aku yang mengurus Satoshi. Kalian nikmati saja ramennya”
“Itu curang lho, Reine-san. Harusnya aku kan?”
“Nggak, aku bisa sendiri…”
“Hei! Hentikan!”
Para “Empat Gadis Tercantik”-ku memperebutkan pria lain selain aku.
Bahkan mereka terlihat akrab.
Aku menunda jawaban atas pengakuan cinta mereka untuk memberi waktu memperdalam ikatan mereka berempat.
Tapi itu semua dengan syarat akulah yang menjadi pusat lingkaran ini, bukan orang lain.
Didorong rasa gelisah, aku tidak bisa lagi menahan emosiku.
“Kenapa kalian dekat-dekat dengan orang seperti dia! Kalian semua dulu menyukaiku kan! Kenapa mengabaikan pesanku. Sebenarnya apa yang terjadi!”
Akhirnya punggung mereka berempat berhenti di depan lift.
“Hah… hah… akhirnya berhenti juga”
Hanya suara nafasku yang bergema di ruangan.
Mereka berempat yang tadi berisik tiba-tiba menjadi hening seperti air yang tenang.
Aku tidak boleh menyia-nyiakan kesempatan ini.
“Hei, kalau sulit menjawab, anggukan kepala saja cukup. Berikan sinyal SOS. Apapun yang terjadi, aku akan menolong kalian!”
Tidak mungkin mereka menginginkan hal seperti ini.
Pasti Iriya memanfaatkan kebaikan hati mereka sekaligus memegang sesuatu yang bisa digunakan untuk mengancam mereka.
Kalau tidak, tidak mungkin mereka melakukan hal seperti ini pada laki-laki yang mereka sukai.
Namun, saat lampu menunjukkan lantai dua dan pintu terbuka, mereka berempat masuk ke dalam lift bersama Iriya tanpa sedikitpun menoleh ke arahku.
“Ugh! Kubilang tunggu!”
“Jangan berhenti” ––– Dengan pikiran seperti itu, aku melangkah dengan cepat dan menyelipkan kakiku di celah lift yang hampir tertutup.
Pintu berhenti dengan sedikit benturan, dan gerakan menutupnya terhenti seketika.
“Ah! Kalian yang baik hati pasti sedang diancam kan!? Sebenarnya kalian gak mau melakukan ini, tapi dipaksa oleh Iriya Satoshi kan!”
Telinga mereka sedikit bergerak.
“Iriya juga sama saja! Katakan sesuatu, brengsek!”
Aku memarahi Iriya yang wajahnya tak terlihat karena Reine dan Shino yang terus mendorong kursi rodanya.
Diamnya itu licik dan pengecut.
“Nee”
“… Satsuki? Satsuki…!”
Mungkin permohonanku yang putus asa telah sampai, Satsuki berani menjawab.
Sudah kuduga Satsuki diperlakukan buruk oleh Iriya.
Kalau begitu, aku akan segera–––
“–––Mati saja kau”
Deg
Sebelum aku bisa bereaksi terhadap mata mengerikan Satsuki yang segelap kegelapan pekat dan suaranya yang dingin menusuk telinga, tangannya dengan cepat terulur dari celah pintu lift yang hanya terbuka sedikit.
Jari-jari rampingnya mencengkeram kerah bajuku, dan dengan kekuatan seketika yang tak bisa kulawan, tubuhku ditarik ke depan.
Tangan Satsuki sama sekali tidak ragu, berusaha menyeretku ke dalam lift.
“Eh…?”
Gumaman kecil penuh kebingungan dan ketakutan keluar dari mulutku, tapi bersamaan dengan itu Satsuki menarik tangannya kembali, dan pintu lift menutup tanpa belas kasihan.
Dengan momentum yang sama, kepalaku menabrak pintu, benturan tumpul terasa di seluruh wajah, dan aku jatuh berguling ke lantai karena rasa sakit.
“~~~~!”
“–––”
Darah segar menari di udara dan mewarnai lantai.
Ketika pintu lift terbuka kembali, Satsuki memandangku seperti sampah.
Dalam pandanganku yang kabur, aku bisa melihat Shuna tersenyum sambil menekan tombol buka-tutup.
Ironisnya, berkat rasa sakit, otakku segera kembali berfungsi.
“Apa yang…!?”
Kata-kataku langsung tercekat.
Bukan hanya Satsuki, tapi Shino dan Reine juga memandangku dengan ekspresi yang sama.
“Dasar rendahan… Berani-beraninya kau bicara seperti itu pada penyelamat hidup kami?”
“Memanfaatkan? Mengancam? Sudah cukup kau menghina Satoshi kami”
“Ha, hah? Apa yang kalian bicarakan? Naa, Shuna”
“Bisakah kau nggak memanggil namaku~? ––– Itu membuatku jijik”
Nada bicaranya yang biasanya lembut dan ramah berubah, penuh dengan dingin dan amarah.
Topeng senyum Shuna yang seharusnya menenangkan siapa pun telah terlepas, wajahnya serius mengerikan.
Apa ini?
Apa sebenarnya yang sedang terjadi?
Pikiran dan kenyataan terus terpisah, kesadaranku tidak stabil.
Kemudian, Satsuki duduk di depanku yang terjatuh, mencengkeram rambutku dengan kasar dan mengangkatnya setinggi wajahnya.
Pandangan kami bertemu, tapi mata Satsuki seperti lubang hitam.
“Setelah mempermainkan kami sepuasnya, kau masih berani bicara dengan kami seperti biasa. Dan sekarang kau bahkan mencoba melukai hati Satoshi-kun kami. Mati mati mati mati mati mati –––mati saja kau”
“Hiii!”
Apakah yang ada di depan mataku ini benar-benar Satsuki…?
Beberapa helai rambutku tercabut saat aku mundur dengan paksa untuk melepaskan diri dari cengkeraman Satsuki, tapi ketakutan memblokir semua inderaku sehingga aku tidak bisa merasakan apa-apa.
Satsuki berdiri, dan pintu mulai menutup tanpa belas kasihan.
“Jangan pernah bicara pada kami lagi. Terutama kau, jangan pernah–––”
Bersamaan dengan kata-kata terakhirnya yang terputus, pintu lift tertutup sepenuhnya dengan suara keras.
Aku benar-benar linglung, pikiranku kosong.
Ekspresi penuh penghinaan mereka saat itu terpatri jelas dan tak bisa hilang.
Ada kemarahan dan dingin yang tak terduga di dalamnya.
Mati–––
Gerakan mulut terakhir Satsuki tampak seperti mengatakan itu.
“A-apa yang sudah kulakukan…!”
Dalam dadaku ada ketakutan dan kebingungan, dan juga–––
TL Note: GYAHAHAHAHAHAHAHA PUAS BANGET
✽✽✽✽✽
Author Note:
Terima kasih sudah membaca sejauh ini!
Jangan lupa [Follow] ya!
Jika memungkinkan, aku akan senang jika kamu kembali ke [Halaman Karya], dan menekan [⊕] di [Beri Penghargaan dengan ★] di [Ulasan] sebanyak tiga kali!