Shibou Endo o Kaihi Shita – Chapter 16


Chapter 16 – PoV Sano & Upacara Masuk Universitas

 

 

Aku, Sano Yuto, memiliki empat orang yang ditakdirkan untukku–––

 

Mungkin ini terdengar seperti pemikiran chuunibyou yang membuat orang tertawa dan berpikir ada yang salah dengan otakku, tapi sejak aku mulai memahami hal-hal di sekitarku, aku samar-samar merasakannya.

 

Meski tidak tau wajah dan nama mereka, aku mengetahui segalanya–––

 

Perasaan seperti itu mulai terwujud sedikit demi sedikit sejak bertemu dengan Satsuki, teman masa kecilku.

 

Saat SD, entah kenapa aku bisa melihat bayangan Satsuki saat dia sudah menjadi siswi SMA.

 

Rambut pendek merah mudanya akan tumbuh menjadi rambut panjang indah seperti kelopak bunga Satsuki yang berkibar, tersenyum dengan cara yang bisa mempesona siapa pun.

Dan yang terpenting, tubuhnya yang berlekuk itu membuatku merasa sejak kecil bahwa dia adalah wanita kelas atas.

 

Saat itulah satu dari takdir yang selama ini berkabut dalam diriku menjadi jelas.

 

“Aku gak boleh melepaskannya” ––– Sesuatu seperti insting bertahan hidup yang mirip obsesi mendorongku.

 

Dan roda takdir mulai berputar saat aku masuk SMA.

 

Kitagawa Reina, Nanjo Shuna, Shinonome Shino––– Saat itulah semua wanita takdirku berkumpul.

 

Di tahun pertama SMA, aku mulai bergerak untuk mendapatkan semua wanita ini, tapi meski aku bergerak langsung, mereka menginjak-injak kebaikanku.

 

Karena itu aku memutuskan untuk fokus pada Satsuki saja.

Bukan berarti mengejar dua kelinci tidak akan mendapatkan satu pun, tapi pertama-tama aku akan menjadikan Satsuki milikku.

Setelah itu baru kupikirkan yang lain.

Dia bilang ingin jadi model gravure atau semacamnya, tapi jujur saja aku tidak peduli.

 

Kalau dia mau, terserah dia.

Aku tidak perlu mengekangnya.

 

Lagipula, aku memiliki firasat bahwa titik balik dalam hidupku akan datang di “tahun kedua SMA”.

 

Dan ketika aku naik ke kelas dua dan mencoba mengembangkan hubungan dengan mereka berempat, tidak ada perubahan sama sekali.

Kebaikanku kembali diinjak-injak.

Sampai sekarang pun aku masih kesal mengingat saat itu.

 

“… Oh iya, ada orang biasa yang mencoba akrab dengan mereka berempat ya~”

 

Lucu rasanya mengingat keberadaannya dilupakan keesokan harinya.

Sayangnya aku tidak ingat wajahnya, tapi mengingat sosoknya yang menyedihkan itu sedikit meredakan kekesalanku.

 

Kurasa hubunganku dengan mereka mulai berubah saat mereka mulai dipanggil “Empat Gadis Tercantik”.

 

Dan entah kenapa, tingkat kesukaan “Empat Gadis Tercantik” padaku meningkat, dan mereka sering berbicara padaku dengan ramah.

Ada hal-hal aneh seperti mereka berterima kasih padaku tanpa alasan yang jelas, atau uang dalam jumlah besar ditransfer ke rekeningku, tapi aku yakin.

 

Dunia ini berputar di sekitarku–––

 

Dan Tuhan mencoba menghubungkanku dengan “Empat Gadis Tercantik”.

Lalu aku menyadari bahwa ada seseorang yang bertindak sebagai perwakilanku yang meningkatkan tingkat kesukaan mereka padaku.

Lebih dari itu, dia menciptakan situasi yang menguntungkan bagiku.

ugaan itu benar, dan tanpa melakukan apa-apa, saat naik ke kelas tiga aku sudah menaklukkan semua “Empat Gadis Tercantik”.

 

Oh ya, aku menyebut perwakilan itu sebagai “Santa Claus”.

 

Meski tidak tau wajah dan suaranya, kurasa nama itu cocok untuknya.

 

Namun ada satu masalah.

Yaitu semua “Empat Gadis Tercantik” tidak akur satu sama lain.

Ini manifestasi dari keinginan mereka untuk memilikiku sendiri, dan itu sangat merepotkan.

 

Semua konsultasi dan pembicaraan serius, aku abaikan begitu saja dan serahkan pada “Santa Claus”.

 

“Tapi dia gak bisa diandalkan saat benar-benar penting ya…”

 

Alasanku “menunda” jawaban atas pengakuan cinta dari “Empat Gadis Tercantik” adalah karena aku bermaksud memberi mereka waktu untuk akrab satu sama lain.

 

Kalau diberi waktu sampai upacara kelulusan, seharusnya mereka bisa akrab kan?

Kalaupun “Empat Gadis Tercantik” saja tidak bisa, kupikir “Santa Claus” akan melakukan sesuatu.

 

Tapi bahkan sampai upacara kelulusan, Satsuki masih saja bicara tentang memilih satu orang.

Aku muak dengan Satsuki yang tidak bisa memahami maksudku meski sudah kuberi waktu sebanyak itu.

Saat aku berniat mengajari Satsuki tentang kebaikan para heroine secara langsung dan mengusulkan untuk menjadi teman tidur, dia malah membalikkan badan di tengah pembicaraan.

 

Aku tidak menyangka akan ditolak dan terkejut, tapi bermaksud segera mengejarnya.

Namun seorang siswa dari sekolah kami tertabrak di depan Satsuki, dan situasinya jadi kacau.

 

“Kalau mau kecelakaan, jangan merepotkanku…”

 

Meski dia melakukan hal yang tidak perlu, sudah dipastikan aku akan masuk universitas yang sama dengan semua “Empat Gadis Tercantik”.

Hanya masalah waktu sampai aku menaklukkan mereka berempat.

 

Tapi ada satu hal yang menggangguku.

 

“Reina juga, jangan menghubungiku untuk hal yang gak penting… Benar-benar deh”

 

Kupikir dia menerima usulanku dan aku jadi bersemangat, tapi ternyata hanya konfirmasi hal-hal tidak penting.

Biasanya aku akan mengangguk dan mengikuti pembicaraan, tapi karena ingin segera mengakhiri percakapan dan melanjutkan game, aku mengatakan kenyataan apa adanya.

 

Toh “Santa Claus” pasti akan mengurusnya–––

 

“Tapi aneh juga kalau pesanku bahkan gak dibaca…”

 

Saat aku berpikir seperti itu, akhirnya tiba hari upacara masuk universitas.

Sejak hari itu tidak ada kontak sama sekali dari mereka berempat, dan meski aku menghubungi mereka, pesanku bahkan tidak dibaca.

 

Terpaksa aku berniat pergi ke universitas berdua dengan Satsuki dan pergi ke rumahnya untuk menjemputnya, tapi tidak ada orang.

 

Langit biru pucat membentang, dan kelopak bunga Satsuki menari-nari tertiup angin sepoi-sepoi.

Ini adalah upacara masuk yang kelima jika dihitung sejak TK.

Angka itu tidak memiliki arti khusus, tapi Satsuki selalu ada di sampingku.

 

“Apa yang mereka lakukan…”

 

Upacara masuk Universitas Liberal Arts diadakan per fakultas.

Bertempat di aula peringatan 100 tahun berdirinya Universitas Liberal Arts.

Bagaimanapun juga aku tidak bisa menghadiri upacara bersama mereka berempat, jadi ya sudahlah, tapi entah kenapa aku merasa tidak puas.

 

Saat masuk ke aula dan membuka pintu besar, terbentang ruangan yang luas.

Aula bertingkat memiliki struktur yang memberikan kedalaman dan pergerakan yang unik.

Di tengah ada panggung dengan tempat duduk seperti kursi penonton.

Datang ke tempat seperti ini membuatku benar-benar merasakan bahwa aku sudah menjadi mahasiswa.

 

Setelah masuk, kami diarahkan untuk duduk dari depan, jadi aku duduk.

Melihat sekeliling, mahasiswa baru berpakaian jas sedang mengobrol dengan teman di sebelah mereka.

 

Mungkin sebaiknya aku mencari teman di fakultas sekarang.

Di SMA aku tidak punya teman dekat.

 

Karena dikelilingi “Empat Gadis Tercantik”, aku dicemburui oleh sesama jenis.

Akibatnya aku tidak punya teman.

Tidak ada yang lebih buruk dari iri hati orang yang tidak populer, jadi malah bagus bisa menyingkirkan orang-orang seperti itu.

 

Untungnya, Universitas Liberal Arts adalah universitas yang tidak bisa dimasuki kecuali berada di peringkat atas di SMA-ku.

Seharusnya ada orang-orang yang bisa belajar setara denganku.

 

Untuk sementara, mungkin aku akan mengajak bicara si kacamata yang kelihatan seperti introvert di sebelah.

 

“Kumohon! Biarkan aku menghadiri upacara masuk sendiri!”

 

Teriakan permohonan bergema di aula.

Karena ini tempat untuk konser dan paduan suara, suaranya menggema.

 

“Gak boleh sendirian dengan kursi roda. Apalagi tangan kananmu gak bisa digerakkan, kamu gak bisa berpindah tanpa kami kan”

 

“Nggak, aku baik-baik saja… Kalau hanya bergerak di dalam gedung sekolah, fasilitasnya ramah difabel jadi tidak terlalu merepotkan, dan kalau kesulitan aku bisa minta tolong petugas…”

 

“Nee… Kenapa kamu lebih memilih minta tolong petugas daripada kami? Kenapa? Jangan-jangan kami sudah nggak dibutuhkan lagi. Kalau ada kekurangan, kami akan memperbaikinya jadi jangan buang kami–––”

 

“Ah! Bukan begitu! Kalau bersama kalian yang cantik-cantik, pasti akan sangat mencolok kan! Aku ingin menjalani kehidupan kampus yang damai dan tenang!”

 

“… Jadi dalam kehidupan kampus yang Satoshi-kun bayangkan, gak ada kami ya. Nee, semuanya. Tadi aku lihat di papan pengumuman, ada tempat bernama ‘Kolam Berdarah’. Sepertinya cocok untuk terjun ya”

 

“Sudahlah! Jangan langsung jatuh ke kegelapan begitu~ Oke, oke! Silakan temani aku sampai kalian puas!”

 

“Jangan memaksakan diri. Ayo, kita pergi”

 

“Tunggu duluuuu! Um, aku baru sadar kalau aku ini pemalu dan selama tiga tahun gak punya teman! Aku gak mungkin bisa bicara dengan petugas! Aku akan sangat kesulitan kalau gak ada kalian yang biasa bersamaku~!”

 

“… Benarkah?”

 

“Aku gak bohong! Lihat mataku. Apa kelihatan seperti berbohong?”

 

“… Memang benar Satoshi-kun gak punya teman ya… Maaf, aku terlalu cepat mengambil kesimpulan…”

 

“Eh? Itu masalahnya!?”

 

Tanpa dia sadari, suara laki-lakinya menggema di aula.

Sayangnya, fakta bahwa dia tidak punya teman tersebar ke seluruh fakultas, membuatku tertawa sinis.

Dia sepertinya sedang berbicara dengan seseorang, tapi aku tidak bisa mendengar suara lawan bicaranya.

Jujur saja, aku tidak tertarik.

Lebih baik aku menilai apakah orang di sebelahku cocok jadi teman.

 

… Begitu pikirku, tapi dia sedang menghadap ke belakang.

Setelah kuperhatikan, mahasiswa lain juga begitu.

Aku ikut melihat ke arah yang sama, dan di dekat pintu masuk aula ada empat mahasiswi yang memeluk seorang laki-laki di kursi roda.

 

… Pemandangan yang menyebalkan.

Karena biasanya aku yang membuat harem, aku tidak terlalu merasakannya, tapi melihat orang yang tidak kukenal melakukannya membuatku kesal.

Lain kali kalau mau bermesraan, harus tau tempat dan situasi.

 

Karena aku berbeda dari mob-mob lain, aku kembali menghadap ke panggung.

Namun–––

 

“Lepaskan, Satsuki! Reina dan Shuna juga terlalu dekat! Dan Shino! Jangan sembunyikan wajahmu di lututku!”

 

Mendengar nama-nama itu, aku refleks berbalik, dan di sana terbentang pemandangan yang seharusnya tidak ada.

 

“Ha–––?”

 

“Empat Gadis Tercantik”-ku dengan telaten mengurus si brengsek kesepian di kursi roda yang tidak kukenal.

 

Mereka berempat menyandarkan diri pada kata-kata laki-laki itu, tertawa dengan sangat bahagia.

Jantungku berdegup kencang dengan satu ketukan terlambat.

 

Hentikan–––

 

Aku refleks berdiri dan hendak mendekat, tapi aula menjadi gelap.

Sekarang upacara masuk akan dimulai, aku tidak bisa mengacaukannya seperti dia dan membuat kehidupan kampusku menjadi abu-abu.

Aku terpaksa duduk kembali, tapi tanpa sadar tanganku terkepal dan kukuku menancap ke telapak tangan.

 

“Apa yang terjadi–––?”

 

Mereka tidak membalas pesanku, tidak menampakkan diri selama liburan musim semi–––

 

Yang terpenting, siapa dia–––?

 

 

✽✽✽✽✽

 

 

“Oi, minggir!”

 

“Uwa!”

 

Setelah upacara masuk selesai, aku tidak bisa diam dan segera berlari ke bagian belakang aula.

Tapi mereka sudah tidak ada, aku membuka pintu masuk aula dengan kasar dan keluar dari gedung peringatan.

 

“Sial… Kemana mereka pergi?”

 

Tidak ada jejak sama sekali.

 

“Oh iya! Telepon…!”

 

Mereka pasti membawa ponsel.

Aku merogoh kedua saku, ponselku tersangkut di dalam saku tapi aku menariknya dengan paksa.

 

“Satsuki… gak ada sinyal…? Shuna memang gak punya ponsel… Reina? Shino!? Ada apa ini, sialan!”

 

Aku menendang tempat sampah di samping mesin penjual otomatis, botol-botol plastik berhamburan keluar.

 

“Di saat seperti ini seharusnya ‘Santa Claus’ beraksi kan! Kenapa di saat penting dia malah gak ada!”

 

Aku mencoba menenangkan diri dengan napas dalam, tapi malah kontraproduktif.

Setiap kali bernapas, yang membengkak dalam dadaku hanyalah rasa frustrasi dan kemarahan terhadap keberadaan yang tidak dikenal.

 

“Sebenarnya apa yang terjadi!”

 

Tidak ada jawaban.

Hanya gema yang kosong.

 

 

✽✽✽✽✽

 

 

––– PoV Satoshi –––

 

“Fuah, membosankan sekali ya”

 

“Fufu, acara seremonial memang seperti itu”

 

Kalau begitu, seharusnya dia tidak perlu ikut…

 

Aku tidak pernah mengatakannya karena takut dia akan langsung sedih, tetapi aku mengeluh dalam hati.

 

Meski begitu, mengingat upacara penerimaan tadi, rasanya sangat suram membayangkan harus mulai bersekolah besok.

Padahal aku hanya ingin waktu sendirian, tapi kenapa aku harus menghadapi situasi seburuk ini?

 

Setelah menenangkan Satsuki dan yang lainnya, aku menyadari bahwa para siswa baru seangkatan sedang melihatku.

Pandangan mereka penuh dengan campuran rasa iba dan kecemburuan terhadapku yang dipeluk oleh para (Empat Gadis Tercantik).

Saat itulah aku menyadari situasiku.

 

Dengan kata lain, aku sekarang dicap sebagai bajingan yang membuat para gadis cantik, yang dulu dianggap penyendiri di SMA, menangis.

 

Kehidupan kampusku sudah tamat…

 

Setidaknya, aku memulai dengan posisi minus.

Aku ingin memperbaiki reputasiku dengan ikut makan atau bermain bersama setelah upacara, tetapi dengan kondisiku seperti ini, aku hanya akan merepotkan mereka.

Belum lagi, keempat gadis di belakangku cukup menakutkan.

 

“Wah, lihat deh, tukang modus sudah muncul… Aku mau fokus urusin Satoshi-kun, jadi maaf aja, aku tolak. Tapi kok bisa nomorku bocor ya?”

 

“Hah… Aku juga sama. Aku benci tipe monyet liar seperti itu…”

 

Seperti yang diharapkan, Satsuki dan Reina.

Bahkan Shuna dan Shino yang melihat ponsel mereka tampak kesal.

Terutama Shuna, yang baru saja mulai menggunakan ponsel, sudah ingin membuangnya.

Padahal ini hari yang seharusnya cerah, tapi isinya hanya cerita suram.

Karena suasananya kurang baik, aku mencoba membuat usulan.

 

“Yah, lupakan soal itu. Gimana kalau kita rayakan penerimaan siswa baru di tempatku? Kita pesan makanan aja”

 

Tempatku yang kumaksud adalah apartemenku, di mana mereka berempat baru saja pindah ke kamar sebelah.

Tidak kusangka ada empat kamar kosong di sebelahku, kebetulan yang luar biasa.

 

Begitu mendengar itu, suasana langsung berubah ceria.

 

“Bagus tuh! Ayo kita lakukan!”

 

“Kalau begitu, bagaimana kalau aku ambil sesuatu dari rumahku?”

 

“Makan itu setiap hari bakal bikin lidah kita rusak…”

 

“Benar juga~. Yuk pakai uang kita sendiri dan lakukan sesuatu yang biasa dilakukan mahasiswa”

 

“Kata-kata Shuna benar. Lebih terasa nuansa mahasiswa kalau kita patungan, kan?”

 

“Betul sekali. Aku juga ingin mencoba konsep ‘patungan’, jadi ini kesempatan yang pas”

 

“Itu yang kamu pengen coba…?”

 

Shino tampak bersemangat, tetapi seperti yang kuduga, para orang kaya memang memiliki cara berpikir yang berbeda.

 

Yah, setidaknya suasana suram sudah hilang.

 

Ngomong-ngomong, di mana buku catatanku?

 

Aku tidak menemukannya di kamarku…

 

 

✽✽✽✽✽

 

 

––– PoV Satsuki –––

 

Melihat dari belakang saat kepala sekolah, dekan, dan para petinggi memberikan pidato membosankan, hanya setengah dari para siswa yang tampak mendengarkan dengan serius.

 

Satoshi-kun mendengarkan dengan serius, sementara kami diam-diam mencuri pandang ke wajahnya.

 

Hal seperti itu… sungguh mempesona bagiku–––––

 

“Fufu”

 

Dalam kesunyian dan kegelapan, tiba-tiba empat cahaya kecil muncul perlahan.

 

【Grup Chat】
Avatar
Shuna
Ih, nggak suka deh, tadi kita ketemu si sampah itu
Avatar
Shino
Iya… rasanya pengen balik ke rumah Satoshi-san dan nangis aja…
Tapi tadi lihat nggak wajahnya?
Avatar
Reine
Fufufu, Satsuki, hentikan (tertawa). Aku jadi susah nahan ketawa kalau ingat wajahnya tadi (tertawa)
Avatar
Shino
Betul sekali wkwk
Avatar
Shuna
Menurutku dia menjijikkan sih~. Sampai kapan dia berpikir kita ini miliknya?
Shuna, tahan amarahmu… kursi roda itu sampai berderit, lho?
Avatar
Shuna
Ah, maaf ya~
Shino
Shino
Baiklah, kita masuk ke inti pembicaraan. Fakta bahwa orang itu tau kita bersama Satoshi-san berarti…
Reine
Reine
Sudah pasti, dia akan mencoba mendekati Satoshi.
Shuna
Shuna
Kalau begitu, kita harus sering bersama Satoshi-kun. Untungnya fakultasnya besar, jadi meskipun duduk bersama, nggak akan mencolok, kan?
Tapi pasti ada waktu di mana kita nggak bisa selalu bersama. Dia akan mencoba mendekatinya di saat seperti itu…
Shino
Shino
Justru kalau kita selalu bersamanya, dia malah akan lebih agresif mendekat.
Shuna
Shuna
Menyebalkan ya~. Aku semprot aja pakai pembasmi serangga?
Reine
Reine
Hentikan… nanti malah bikin masalah buat orang lain…
Avatar
Shuna
Baik~
Untuk sekarang, kita lihat saja langkahnya selanjutnya
Avatar
Shino
Benar. Tapi kalau dia berniat menyakiti Satoshi-san…
Shino, kamu juga tahan emosimu, ya?

 

Toh, kami sudah sepakat soal cara menghabisinya–––––

 

 

✽✽✽✽✽

 

 

Author Note:

    Terima kasih sudah membaca sejauh ini!

    Jangan lupa [Follow] ya!

    Jika memungkinkan, aku akan senang jika kamu kembali ke [Halaman Karya], dan menekan [⊕] di [Beri Penghargaan dengan ★] di [Ulasan] sebanyak tiga kali!

 



List Chapter
Komentar