Chapter Extra 3 – Pasangan Suami Istri Setelah Pernikahan

[Cerita Tambahan] Pasangan Suami Istri Setelah Pernikahan
Dulu, ada masa di mana setiap hari yang kujalani terasa seperti mimpi buruk.
Hatiku diinjak-injak begitu saja, terus meratapi hal-hal yang telah hilang, dan selalu menyesali dosa-dosaku.
Aku terus terkurung dalam jalan buntu yang hanya berisi penderitaan.
Namun, berkat sebuah keajaiban, aku yang telah melihat mimpi yang berbeda, mulai melawan semua takdir agar mimpi itu tidak berubah menjadi mimpi buruk.
Hal yang benar-benar kuinginkan, tidak bisa kudapatkan hanya dengan mendambakannya, aku harus benar-benar mengulurkan tangan untuk meraihnya––akhirnya aku menyadari hal yang sebenarnya sudah jelas itu, dan aku berlari sekuat tenaga untuk mewujudkan keinginanku seolah-olah nyawaku bergantung padanya.
Dan kemudian––
“Uh…”
Bersamaan dengan sentuhan lembut futon, kesadaranku mulai terjaga dari kantuk.
Sepertinya matahari sudah terbit, cahaya lembut masuk melalui jendela, dan terdengar kicauan burung-burung kecil.
(Hm… ah, gawat aku harus berangkat kerja… eh, atau sekolah…?)
Otakku yang masih setengah bermimpi bahkan tidak bisa membedakan masa lalu dan sekarang, aku tidak yakin di mana aku berada dan apa yang harus kulakukan hari ini.
(… Dingin. Apa ada sesuatu yang hangat…)
Merasakan dinginnya udara pagi di kulitku, aku secara tidak sadar mencari kehangatan seperti bayi––mendekatkan diri ke gundukan futon yang empuk dan hangat di sebelahku.
“Ah…”
Sepertinya terdengar suara manis dari gundukan itu, tapi aku yang kepalanya masih melayang tidak bisa bereaksi apa-apa.
(Ah, nyamannya…)
Tanpa sadar, aku semakin merapatkan tubuhku ke gundukan itu.
Rasanya terlalu nyaman sampai aku tidak bisa memikirkan hal lain.
Meski begitu, gundukan futon ini sangat lembut dan memiliki aroma yang luar biasa.
Rasanya aku tidak butuh apa-apa lagi jika bisa terus memeluk kehangatan ini.
“Su, sudah… Shinichiro-kun…”
“… ng…?”
Mendengar suara merdu yang terdengar sedikit bingung itu, kelopak mataku perlahan terbuka.
Dan akhirnya aku menyadari.
Bahwa aku sedang berbaring di ranjang yang sama dengan wanita yang paling kucintai di dunia ini, dan memeluknya dengan manja.
“Wa, waaaaa!? Ha, Haruka…!?”
“Ya, selamat pagi, Shinichiro-kun”
Berbeda denganku yang membelalakkan mata karena tidak langsung memahami situasinya, wanita cantik jelita yang berbaring di ranjang yang sama––Shijoin Haruka, tersenyum dengan sangat hangat.
Senyumnya terlihat sangat puas, seolah pagi ini adalah yang terbaik.
(Eh, ah… benar juga…)
Meski sempat bingung karena masih mengantuk, akhirnya otakku yang sudah sadar sepenuhnya mengingat semuanya.
Bahwa kenyataan ini––bagi diriku, Shijoin Shinichiro, adalah masa depan ideal yang bahkan lebih membahagiakan dari mimpi manapun.
“… Selamat pagi, Haruka. Maaf ya, aku masih setengah tidur dari pagi”
“Fufu, apakah kamu bermimpi?”
Haruka yang berbaring di sebelahku ini sudah bersamaku selama tujuh tahun sejak kami mulai berpacaran di SMA.
Kecantikannya yang luar biasa sejak gadis telah bertambah dengan pesona dewasa dan sekarang sudah… yah, luar biasa… dia benar-benar seperti dewi.
Rambutnya yang mengalir lembut seperti sutra, kulitnya yang lembut dan putih bersih, proporsi tubuhnya yang sempurna seakan dirancang oleh dewa kecantikan… semuanya indah.
“Ah… entah kenapa dalam mimpi, masa sekolah dan sekarang jadi tercampur, dan aku kaget waktu bangun ternyata Haruka tidur di sebelahku”
Bagaimanapun juga, aku ini pria yang telah menjalani masa sekolah dua kali dan menjadi orang dewasa dua kali.
Mimpi sering kali kacau, dan kadang saat baru bangun aku tidak bisa langsung ingat apakah aku masih remaja atau sudah dewasa.
“Ahaha, aku juga masih sering bermimpi tentang ujian, jadi aku mengerti. Tapi…”
Haruka mengulurkan tangannya dan menyentuh pipiku dengan jarinya yang putih.
Tubuh Haruka terbalut piyama, tapi beberapa kancing di bagian dadanya terbuka.
Dan bagian dada serta tulang selangka yang terlihat itu begitu menggoda… tanpa sadar wajahku memerah seperti saat masih SMA dulu.
“Pernikahan kita bukanlah mimpi, lho?”
Sambil berbisik dengan manis, Haruka tersenyum seperti bunga yang mekar.
Senyum polos yang sangat menggemaskan dan begitu alami, sama sekali tidak berubah sejak pertama kali bertemu.
Melihat betapa manisnya istriku yang baru dua minggu lalu menjadi pendampingku ini, meski sudah mengadakan upacara pernikahan, aku merasa ingin melamarnya berkali-kali secara spontan.
“Ya, benar… ini bukan mimpi. Kenyataan bahwa aku mendapatkan istri yang paling manis sedunia, gak peduli siapa yang bilang apa”
“Su-sudah… jangan katakan hal seperti itu dengan wajah serius, aku malu”
Meski berkata begitu, Haruka selalu tersipu bahagia saat aku mengungkapkan perasaanku dengan jujur.
Meski sudah bersama sejak SMA sampai kuliah, dia selalu menerima kata-kata cintaku dengan menunjukkan kebahagiaannya.
Dan kemudian––kami saling memandang dari jarak yang begitu dekat sampai bisa merasakan nafas masing-masing. Kami sangat bahagia bisa melihat pantulan diri masing-masing di mata pasangan, dan kebahagiaan terus mengalir tanpa batas dari dalam dada.
“Selamat pagi, Haruka”
“Ya––selamat pagi, Shinichiro-kun”
Lalu kami secara alami mendekatkan wajah dan mempertemukan bibir kami dalam-dalam di dalam kehangatan tempat tidur.
Bibir gadis yang selalu kudambakan ini selalu manis seperti stroberi, seakan menjanjikan semua kebahagiaan hari ini.
✽✽✽✽✽
(Ah…)
Di ruang tamu rumah baru yang mungkin terlalu mewah untuk pasangan awal 20-an––aku menikmati kebahagiaan kehidupan pengantin baru sejak pagi.
Mataku mengikuti sosok istri tercinta yang sedang membuat sarapan di dapur mengenakan celemek di atas pakaian rumahnya.
(Hanya dengan pemandangan ini saja sudah terlalu membahagiakan…)
Melihat pemandangan pagi pasangan pengantin baru yang ideal yang diimpikan semua orang, tanpa sadar mataku berkaca-kaca.
Entah sudah berapa ribu kali aku memikirkan hal ini di kehidupan ini, tapi aku berharap jika ini mimpi, semoga tidak akan pernah terbangun.
“Nah, sudah jadi! Sarapan hari ini bergaya Barat!”
“Woah…”
Sarapan yang tersaji di meja ruang tamu tampak mewah seperti di hotel berbintang.
Salad dengan tujuh jenis sayuran hangat, sup potato cream dingin, egg benedict dengan telur rebus setengah matang yang meleleh di atas sandwich muffin––
Semuanya adalah buatan tangan Haruka.
“Setiap kali masakanmu selalu terlihat berkilau… gak apa-apa lho kalau sedikit lebih santai?”
“Fufu, memasak sudah jadi hobi yang sudah lama kugeluti, nggak memaksakan diri kok”
Meski aku berpikir tidak perlu terlalu memaksakan diri sejak awal kehidupan pengantin baru… tapi Haruka yang duduk di hadapanku sepertinya masih sangat santai.
Yah, memang sejak masa kuliah saat kami setengah tinggal bersama, dia selalu menikmati memasak, jadi mungkin sudah biasa.
“Begitu ya. Kalau begitu… selamat makan!”
Sambil berterima kasih pada istri yang begitu perhatian, aku mulai menyantap sarapan terbaik ini.
Meski sudah tau sebelum memakannya… tentu saja rasanya luar biasa.
Saladnya renyah dan manis, sup cream dinginnya memiliki rasa lembut yang cocok untuk pagi hari, dan sandwich muffin dengan telur yang meleleh dan rasa asin dari bacon sangat cocok dengan aroma muffin yang menggoda.
Berkat belajar dari koki profesional sejak kecil, kemampuan memasak Haruka sudah melampaui level ibu rumah tangga biasa.
Terlebih lagi, yang sungguh menakjubkan adalah dia tidak pernah berlebihan dan selalu membuat masakan rumahan dengan citarasa yang tidak membosankan.
“Hari ini juga enak sekali… Kalau begini terus, aku bisa gak bisa makan di luar lagi nih”
“Ah, berlebihan sekali. Dibandingkan dengan makanan yang kita makan saat bulan madu tempo hari, ini biasa saja lho”
Haruka mengatakan itu sambil memiringkan cangkir kopinya dengan malu-malu, tapi itu jelas perbandingan yang terlalu tinggi levelnya.
“Gak bisa dibandingkan dengan makanan yang disajikan di sana sih… Yah, tempat itu seperti surga di bumi”
“Ya, memang benar-benar seperti surga ya… Entah kenapa, semua pemandangannya seperti mimpi…”
Sama seperti Haruka yang menghela napas penuh kenangan, aku juga masih segar mengingat perjalanan yang begitu membekas itu, dan setiap kali mengingat pemandangan di tempat yang jauh itu, rasanya seperti bermimpi.
Upacara pernikahan kami diadakan dua minggu yang lalu, dan setelah itu kami pergi bulan madu selama lima malam enam hari ke Maldives di Samudra Hindia.
Kalau ditanya bagaimana kesannya… bagi orang biasa sepertiku, stimulasinya terlalu kuat, hanya bisa dibilang pengalaman yang membuat otak meledak.
(Yah, tentu saja biaya perjalanan yang fantastis itu ditanggung oleh Tokimune-san. Benar-benar diberi terlalu banyak…)
Bukan hanya itu, kami juga diberi rumah mewah ini sepenuhnya dari keluarga Shijoin.
Aku berkali-kali menolak karena merasa sudah terlalu banyak dibantu, tapi ketika Tokimune-san memohon dengan mengatupkan tangan, aku tidak bisa menolak lagi.
(Dan setelah itu, kami malah menerima tumpukan hadiah ini dan itu… yah, mungkin bagi keluarga Shijoin, semua ini hanya sebatas “hadiah selamat” saja)
Berbagai peralatan elektronik terbaru, furnitur mewah dan stylish, peralatan makan bermerek terkenal kelas atas… dan masih banyak lagi.
Perjalanan bulan madu juga salah satunya.
Dan dari Akiko-san, ibu Haruka, kebanyakan hadiah yang diberikan “untuk kehidupan pernikahan yang bahagia bagi kalian berdua♪” adalah tempat tidur double, bantal, jubah mandi, gelas, dan wine mahal –– entah kenapa sebagian besar berhubungan dengan malam hari.
“Benar-benar surga ya… Gak kusangka ada tempat seperti itu di dunia ini…”
“Iya… Karena aku juga jarang bepergian, ini pengalaman pertama yang seperti itu…”
Pertama-tama kami terkejut saat naik pesawat amfibi di laut tropis untuk mencapai vila di atas air (fasilitas menginap seperti villa) yang berdiri di lautan safir, dan vila itu sendiri pun semuanya fashionable dan stylish.
Di sekitar vila, kami mencoba scuba diving di laut biru turquoise yang mengejutkan jernihnya, menikmati hidangan kelas atas dari berbagai negara di restoran, dan menikmati wine dan koktail super mewah di bar yang penuh suasana… meskipun ini cara menikmati yang standar, tapi benar-benar bisa dibilang pengalaman luar biasa.
Mengingat kehidupan sebelumnya yang melemah karena bekerja di perusahaan hitam sambil mengunyah bento konbini, rasanya seperti mengetahui neraka dan surga di dunia ini.
(Senangnya… Haruka yang riang bermain dengan baju renang…)
Meskipun semuanya kenangan yang indah, yang paling membekas dalam ingatanku bukanlah fasilitas mewahnya, melainkan senyuman Haruka yang menikmati laut seperti kembali menjadi anak-anak dengan bikini yang berani.
Proporsi tubuhnya semakin berkembang sejak SMA, tapi senyuman itu masih tetap polos seperti dulu… hal ini benar-benar menggugah hati pria.
“Yang paling berkesan bagiku mungkin adalah mandinya… Berendam sambil melihat laut senja sangat menyenangkan”
Sambil memotong dan memakan sandwich muffin dengan hati-hati, Haruka yang duduk di hadapanku sedikit mengecilkan suaranya saat mengungkapkan kenangannya.
“Ah, ya. Bak mandi itu. Besar dan ada bunga-bunga warna-warni yang mengambang…”
“Iya… Setiap malam kita mandi bersama ya…”
“I-iya benar…”
Mengingat malam-malam yang kami lewati di tempat itu, wajah kami sama-sama memerah.
Kenangan tentang malam yang kami habiskan di tempat yang jauh itu dan saat berendam bersama di satu bak mandi masih sangat jelas.
Waktu ketika kami bersandar bahu tanpa sehelai benang pun dan menikmati sparkling wine dingin di dalam bak… memang pengalaman yang cukup memiliki daya hancur.
“Eh, um, a-akan kubuatkan teh!”
Mungkin karena merasa malu, Haruka berdiri dan menuju ke dapur.
Meskipun kami hampir tinggal bersama sejak masa kuliah, Haruka masih menunjukkan reaksi polos seperti gadis muda.
Hatiku sebagai pria selalu tersentuh oleh sikapnya yang tidak pernah kehilangan rasa malu seperti itu.
“Ta-tapi, benar-benar perjalanan seperti mimpi ya. Setelah itu, begitu kembali ke Jepang, membereskan barang dan memasang perabot di rumah ini sangat melelahkan”
Karena kalau terus membicarakan perjalanan itu, sepertinya wajah kami akan semakin memerah, aku dengan lembut mengalihkan topik pembicaraan.
Sebenarnya, setelah perjalanan selesai dan kami pindah ke rumah ini, kami cukup sibuk dengan membereskan barang dan membeli kebutuhan tambahan.
Di tengah kesibukan seperti itu, aku hanya bisa berterima kasih pada Haruka yang masih bisa membuat makanan yang sangat bagus.
“Iya, benar. Tapi…”
Sambil menuangkan air panas ke dalam teko teh, Haruka tersenyum lembut dan berkata.
“Meskipun perjalanan yang seperti surga itu sangat menyenangkan… aku lebih bahagia sekarang, berdua denganmu di rumah baru ini”
“Eh––”
“Karena ini adalah impianku”
Haruka tersenyum lembut sambil memandangi teko teh yang sedang menyeduh.
Seolah-olah mengatakan bahwa setiap momen saat ini sangat menyenangkan.
“Bersama orang yang kucintai dan tinggal di rumah yang sama, itulah bentuk kebahagiaan yang aku bayangkan”
Dengan senyum di wajahnya, Haruka mengungkapkan mimpi murni yang mungkin terdengar kuno di zaman sekarang.
“Ini baru dimulai, tapi… aku sangat senang. Bisa hidup bersama orang yang penting, memasak bersama seperti ini”
Dari kata-kata dan ekspresi Haruka yang seolah mengunyah kebahagiaan, aku bisa merasakan betapa dia sangat menghargai kehidupan baru yang sedang kami mulai.
Betapa senangnya aku mendengar kata-kata dari orang yang sangat aku cintai––aku hampir menangis karena bahagia, dadaku terasa penuh.
“Ah, akhirnya aku bisa menjadi istri Shinichiro-kun… Huh!?”
Aku tidak bisa menahan diri lebih lama lagi.
Tanpa sadar, aku berdiri dengan cepat dari kursi dan memeluk Haruka yang sedang berada di dapur dari depan.
“Shinichiro-kun…”
“Ah, sudah… Haruka memang…”
Tak sadar, Haruka masih sama seperti dulu––mampu mengaduk perasaanku dengan kata-kata yang tampak biasa saja, mengalirkan perasaan yang tak terungkapkan.
“Sungguh, sampai kapan kamu akan membuatku jatuh cinta lagi…”
Haruka yang pipinya memerah dan membiarkan diriku memeluknya semakin erat, membuat tubuhnya terasa sangat lembut, dengan aroma manis seperti buah persik.
Semua ini masih mampu membuat kepalaku melayang, seperti saat masih di sekolah menengah dulu.
Betapa beruntungnya aku memiliki seorang wanita secantik ini sebagai istriku, dan hanya aku yang memiliki hak untuk menyentuhnya––memikirkannya membuat perasaan yang membesar semakin membara.
“Aku juga… aku juga merasakan hal yang sama”
Aku sudah mengucapkannya berkali-kali, dari zaman kuliah, pertunangan, hingga saat bulan madu, tapi tak ada salahnya mengulanginya lagi.
“Sejak SMA, aku selalu bermimpi bisa berjalan di sampingmu, Haruka. Ya, sekarang kalau dipikir-pikir, aku memang terlihat berat di masa pelajar dulu…”
Aku tersenyum getir, mengingat masa-masa perjuangan cinta di masa muda.
“Dan sekarang impian itu tercapai, aku merasa sangat bahagia… sebenarnya sejak pernikahan, aku hampir menangis setiap hari, menyembunyikan perasaan itu. Aku sangat mencintaimu, Haruka, dan segala hal di saat ini sangat membahagiakan”
“Shinichiro-kun…”
Mendengar pengakuanku, wajah Haruka semakin memerah, dia meletakkan kepalanya di dadaku dan semakin menyandar, seolah ingin memperbesar kontak tubuh kami.
‘Di rumah ini, mari kita mulai hidup baru. Bangun pagi bersama, mengerjakan pekerjaan rumah, makan bersama, tidur malam bersama… mari kita jalani waktu-waktu yang sederhana namun sangat berarti”
Aku mulai merasakan bahwa masa muda kami akan berakhir dengan kata-kata yang aku ucapkan.
Kehidupan baru ini akan menjadi jalan yang benar-benar belum pernah aku jalani sebelumnya, bahkan untuk seseorang yang memiliki pengalaman hidup sebelumnya seperti aku.
“Aku mungkin masih suami yang kekanak-kanakan… tapi, mulai sekarang, ayo kita jalani bersama”
“Ya… ya…!”
Haruka, dengan mata yang bercahaya dan penuh kebahagiaan, menjawab dengan suara ceria.
Perasaannya yang meluap membuatnya memelukku lebih erat lagi.
“Aku juga masih istri yang kekanak-kanakan, tapi… mohon terima kasih banyak untuk masa depan kita!”
Menerima perasaan Haruka, aku semakin erat memeluknya––dan Haruka pun tersenyum puas, membiarkan tubuhnya bersandar padaku.
Itulah awal baru bagi kami.
Kisah cinta yang bahagia yang terus berlanjut meskipun masa muda kami telah berakhir.
✽✽✽✽✽
[Dari Penulis]
Aku, Keino, penulisnya. Sudah lama tidak bertemu.
Serial romcom terbaruku, “Love Ranking”, dimulai pada 15 Oktober hari ini di Kakuyomu Next!! Pembaruan akan terbit setiap dua hari sekali!
https://kakuyomu.jp/works/16818093086365552491
Di Jepang Reiwa yang penuh dengan rasa sakit ini, di mana para pelajar dinilai berdasarkan tingkat ketampanan mereka dan diberi peringkat dari F hingga S seperti di guild petualang, protagonis yang berada di peringkat terbawah berjuang keras untuk level up dengan cepat.
Ini adalah kisah keturunan dari “revenge” yang lebih gelap! (Penyuntingku bahkan berkata, “Ini seperti dunia dalam manga porno”) Bagi pembaca yang telah membaca “Revenge”, kuharap kalian juga bisa membaca ini…!
※Kemungkinan besar sekitar 20 cerita pertama bisa dibaca gratis.
Selain itu, volume ke-7 dari “Revenge” akan diterbitkan sekitar Januari hingga Februari tahun depan. Karena jadwal terbit yang agak terlambat, tapi tenang saja, akan terbit kok…! Semoga kalian tetap mendukung karya-karyaku ke depannya!