Danshi Kinsei Game Sekai de Ore ga Yarubeki Yuiitsu no Koto – Vol.5 || Chapter 12 P2


Chapter 12 P2 – Bagian Pelatihan – Kenangan

 

 

Saat aku menyadari, aku sudah membawa perlengkapan luar ruangan seperti tenda dan lainnya di punggungku sambil berjalan melewati hutan lebat.

 

Ketika melintasi hutan, aku melihat sebuah gerbang Torii.

Di atas kepalaku, gerbang Torii merah yang dilapisi lumut memanjang jauh ke kejauhan.

Ruang di antara pepohonan dihiasi dengan Shimenawa*, dan kertas-kertas panjang menjuntai hingga hampir menyentuh tanah, terlihat seperti karpet.

Bukan hanya itu, suara lonceng juga terdengar dari suatu tempat.

 

TN ENG: Shimenawa yaitu seutas tali jerami padi atau rami yang diletakkan, digunakan untuk pemurnian ritual dalam agama Shinto.

 

Ding, ding, ding.

 

Bunyi lonceng terdengar berulang-ulang, menyebar di udara dan bergema di telingaku.

 

Tiba-tiba, bagian dalam hutan menjadi berkabut, menutupi tubuhku dengan kabut putih pekat dan lengket dalam waktu singkat.

 

Entah kenapa, tubuhku terasa sangat berat dan nyeri.

Aku mengenali perasaan ini…

Rasanya mirip seperti kehabisan mana…

Apakah kabut ini menyerap kekuatan magisku…?

Aku merasa pernah melihat kabut ini sebelumnya…

Benar, ini sesuatu yang digunakan oleh Alf untuk…

 

“Haa… haa, haa, haa…”

 

Meskipun begitu, aku hanya bisa terus berjalan dengan susah payah sambil berkeringat.

Astemil, yang berjalan di sebelah kananku, dengan gesit mendaki jalan gunung yang sulit dilalui.

 

Sementara itu, Rei, yang berada di sebelah kiriku, entah sejak kapan sudah mengganti pakaiannya menjadi pakaian yang cocok untuk mendaki gunung.

Sedangkan aku seperti orang bodoh, mendaki gunung dengan kemeja dan celana jins.

 

Tiba-tiba, Master, yang sudah berjalan lebih jauh di depan kami, menatapku dengan senyum lebar.

Wajah itu seakan berkata, “Kalau dia murid kesayanganku, dia pasti bisa mengatasi ini sendiri”.

Dengan kata lain, dia menyiratkan bahwa aku tidak boleh meminta bantuannya dan akan terus melatihku sampai aku pingsan.

 

Ini gawat.

Kalau begini terus, aku bisa pingsan sungguhan.

Semakin tinggi aku mendaki, semakin banyak kekuatan magisku yang diserap kabut.

Tidak, lebih tepatnya, kekuatan magisku terasa semakin berkurang.

 

Untuk sementara, aku harus memblokir kabut ini…

Karena aku 80% yakin kabut ini penyebabnya…

Aku harus melawannya dengan penghalang anti-magic…

 

Trigger.

 

Aku menutupi Rei dengan penghalang anti-magic.

Namun, gejalanya tidak hilang, malah membuatku semakin berkeringat dan kesulitan bernapas.

 

Ini buruk.

Masalahnya ada pada pernapasan.

Karena penghalang anti-magic ini terlalu tipis, kabut bisa melewati penghalang dan masuk ke paru-paruku.

Dengan kata lain, penghalang ini tidak ada gunanya meskipun aku terus melemparkannya.

Sial, aku tidak punya hobi melihat seorang heroine dalam kesakitan.

 

Sambil berkeringat deras, aku berjalan di belakang adikku.

 

“… Rei”

 

Dengan wajah pucat, aku menaruh tanganku di punggungnya, saat dia tampak akan pingsan kapan saja.

 

“Perangkat magismu… Sinkronkan Kagerou-mu dengan Kuki Masamune-ku… Aku akan mengalirkan kekuatan magisku ke dalam dirimu… Ini akan sedikit meringankan kondisimu…”

 

“T-tapi, kalau aku melakukannya, Onii-sama akan…”

 

“Gak apa-apa, cepat lakukan… Ini tugasku sebagai kakakmu…”

 

Dengan ekspresi kosong, Rei mengeluarkan Kagerou dari tas tombaknya.

 

Tombak perak itu bersinar di dalam kabut putih.

Rei, yang mengarahkan ujung tombak yang indah itu, menutup matanya dan mulai menyinkronkan perangkat magisnya denganku – kemudian, aku mengalirkan kekuatan magisku ke dalamnya.

 

“Ugh”

 

Rei mengerang, dan aku dengan susah payah mengontrol kekuatan magisku sambil bermandikan keringat.

 

Mengontrol kekuatan magis– Tunggu, apa?

Aku bisa mengontrol kekuatan magisku?

 

Saat kekuatan magisku mengalir dengan lancar ke dalam Rei, wajahnya perlahan membaik.

Kenapa aku tiba-tiba bisa mengontrolnya…?

Padahal kekuatan magis Arshariya terlalu besar untukku kendalikan…

Tiba-tiba, aku menyadari sesuatu.

 

Apakah ini karena kabut?

Lalu, seolah merespons kekuatan magisku, kabut itu sedikit memudar, dan Master tersenyum padaku, seolah berkata bahwa jawabanku benar.

 

“Kabut ini… Menyerap kekuatan magis yang tidak bisa kukendalikan, ya… Dalam kabut ini, kekuatan magisku mengalir dengan lancar sesuai keinginanku… Kabut ini mengatur aliran kekuatan magisku… atau lebih tepatnya, memperbaikinya…?”

 

“Kabut ini adalah penstabil”

 

Di samping pohon besar, Master, yang wajahnya tersembunyi oleh kabut putih, berbisik.

 

“Hiiro, kabut ini adalah pemandumu. Ini juga seorang guru yang dapat mengajarkanmu cara menekan kekuatan magismu. Memahami identitas kabut ini adalah pertanyaan yang telah kusiapkan untukmu. Kamu punya waktu tiga hari untuk menjawabnya”

 

“Uh, mencaritahu apa sebenarnya kabut ini… hanya dalam tiga hari…? Padahal aku sudah merasa seperti akan pingsan sekarang…?”

 

“Karena sepertinya kamu akan menyerah jika sendirian, aku khusus membawa adik kecilmu ke sini. Selain itu, tadaa! Aku akan memberimu lawan virtual”

 

“Lawan virtual?”

 

Bahkan di sisi lain kabut, aku tahu betul bahwa Master sedang tertawa sekarang.

 

“Chris Esse Eisbert”

 

“Kamu bercanda…? Kamu ingin aku menang melawan monster itu hanya dalam tiga hari…? Bukankah itu mustahil tanpa membuka magic eyes-ku…?”

 

“Gak ada yang bilang kamu harus menang melawannya, kan? Juga, aku sama sekali gak akan mengizinkanmu membuka magic eyes secara paksa. Karena magic eyes adalah sesuatu yang harus terbuka secara alami dengan pendekatan jangka panjang. Gak aneh kalau Hiiro yang sekarang menjadi cacat jika mencoba membuka Daybreak Epic, magic eyes-mu”

 

“Lalu, apa yang kamu inginkan dariku?”

 

“Aku hanya ingin kamu nggak kalah melawan Chris Esse Eisbert. Itu seharusnya keahlianmu, bukan, Hiiro?”

 

Kabut perlahan memudar– dan di depan mataku terbentang tebing terjal.

 

Di samping Master, yang berdiri di dekat pohon besar, ada langit biru jernih dan tebing curam dengan kuil langit berwarna merah dan emas yang melekat padanya.

 

Kemudian, seperti ada naga yang terbang di langit, awan putih tipis melingkar di langit biru.

Di bawahnya, Master berambut perak tersenyum padaku.

 

“Ayo mulai? Langkah pertamamu menjadi seorang jenius”

 

Dia mengulurkan tangan padaku dan berkata.

 

Di bawah langit biru itu, aku tersenyum– dan mengambil langkah pertama itu.



List Chapter
Komentar