Chapter 171 – (Terakhir) Masa Depan Bahagia yang Telah Dicapai

Chapter 171 – (Terakhir) Masa Depan Bahagia yang Telah Dicapai
Rumah itu berada di kawasan perumahan yang tenang.
Sebuah rumah dua lantai bergaya modern dengan desain berbentuk kubus dan warna monokrom yang stylish.
Rumah baru yang megah ini adalah tempat aku pulang sekarang.
(Mungkin terlalu megah dan nggak sepadan denganku… tapi karena jumlah orang bertambah, apartemen jadi terlalu sempit)
Rumah ini mungkin sedikit tidak sepadan untuk anak muda seperti diriku yang masih di usia 20-an, tapi sebagian besar biaya pembeliannya ditanggung oleh Tokimune-san.
Tentu saja aku sangat menolak, tapi beliau memaksa dengan berkata “Kumohon! Pokoknya aku dan istriku sangat bahagia sampai tidak bisa berhenti menangis melihat awal kehidupan kalian…! Sebagai orang tua, izinkan kami melakukan ini setidaknya!”.
(Ah, hari ini pun lampunya menyala…)
Dulu di kehidupan sebelumnya, yang menyambutku setiap hari hanyalah kegelapan di sebuah kamar apartemen murah.
Dibandingkan dengan itu, betapa hangatnya cahaya lampu yang memancar dari jendela rumah ini.
Sambil memikirkan hal itu, aku mendekati pintu masuk dan––
“Selamat datang, Shinichiro-kun!”
“––”
Tepat di depan pintu masuk, dia menunggu dengan mengenakan celemek.
Rambut panjang yang berkilau, kulit seputih susu, mata yang bersinar bagai permata––kecantikannya yang membuat siapa pun menoleh, diterangi oleh cahaya lembut dari rumah.
Kecantikannya yang telah tumbuh bahkan melampaui aktris mana pun, namun hatinya yang murni dan bersih tetap sama seperti dulu––pesona yang bisa dibilang seperti dewi sungguhan, selalu berhasil mencuri hatiku.
Sama seperti saat masih SMA… tidak, dengan senyuman yang bahkan lebih menyilaukan dari waktu itu.
(Ah––)
Kelelahan setelah bekerja seharian dan sisa alkohol yang masih tersisa, semuanya langsung menguap hanya dengan melihat senyuman itu.
Orang yang paling berharga bagiku.
Orang yang menerima perasaanku yang meluap karena cinta.
Istriku yang selalu kukagumi setiap hari––Haruka ada di sana.
“Aku pulang, Haruka. Kamu sengaja keluar untuk menyambutku?”
“Iya, kebetulan saat menutup tirai lantai dua aku melihatmu pulang… entah kenapa aku jadi sangat ingin menyambutmu”
Dadaku selalu terasa hangat ketika istriku memanggilku “Anata” dengan senyuman yang mekar seperti bunga.
Haruka biasanya bergantian memanggilku “Shinichiro-kun” dan “Anata”, tapi panggilan kedua yang menunjukkan bahwa aku suaminya itu masih selalu membuat dadaku berdebar manis.
“Begitu ya… makasih, Haruka”
“Ah…”
Seperti biasa, aku memeluknya.
Sambil merasakan aroma memabukkan dan kehangatan tubuhnya, aku menikmati sensasi tubuhnya yang lembut dan menggoda dengan seluruh tubuhku.
“Sh-Shinichiro-kun… memang gak ada orang, tapi kita masih di luar lho?”
“… Aku gak bisa menahan diri”
“Mou… kalau kamu bilang begitu, aku juga…”
Haruka menyerahkan dirinya padaku dengan pipi memerah dan perlahan menutup matanya.
Dan aku memberikan ciuman yang entah sudah yang keberapa kalinya.
Bersamaan dengan sensasi manis yang meleleh, seluruh hatiku terasa penuh.
Perasaanku dan Haruka saling terhubung melalui bibir kami, dipenuhi kebahagiaan.
“… Maaf, setelah agak tenang aku jadi malu juga”
Sambil melepaskan Haruka dari pelukanku, pipiku memerah karena malu.
Mungkin karena minum dengan Tokimune-san dan kontak dari teman sekelas lama hari ini, sepertinya perasaanku jadi meluap-luap.
“Fufu, tapi aku senang lho. Shinichiro-kun yang kusayangi selalu menunjukkan perasaannya seperti ini”
Di bawah sinar bulan, Haruka tersenyum tipis.
Istriku selalu saja membuatku bahagia seperti ini.
(Padahal sudah hampir 5 tahun menikah… tapi perasaanku pada Haruka malah semakin menggebu)
Mulai pacaran sejak kelas 2 SMA, masuk universitas yang sama, lalu menikah setelah dapat pekerjaan––terlepas dari berbagai kesulitan yang terjadi, yang teringat hanyalah kenangan-kenangan bahagia.
Tapi setelah merasakan kebahagiaan itu, aku jadi selalu ingin bermanja-manja setiap ada kesempatan.
“Selamat dataaaaaaaaang!”
“Uwah!?”
Tiba-tiba, sebuah bayangan melesat seperti peluru dan melakukan tackle keras ke kakiku.
Terkejut, aku melihat ke kakiku… di sana ada malaikat kecil.
“Ayah! Makasih atas kerja kerasnya hari ini!”
Yang menempel di kakiku dengan senyuman lebar adalah putri kami yang berusia 3 tahun––Sakura.
Dengan rambut berkilau yang sedikit dipanjangkan, kecantikan yang diwariskan dari ibunya dan senyuman tanpa beban pasti akan melelehkan hati siapa pun.
Bagiku, ada dua hal yang paling berharga di dunia ini yang tidak bisa dibandingkan, dan salah satunya adalah putriku yang paling cantik di dunia ini.
“Ah, ayah pulang Sakura. Apa yang kamu lakukan hari ini?”
“Hmm, menggambar dan tidur siang!”
Wajahku tidak bisa berhenti tersenyum mendengar suaranya yang menggemaskan yang menghilangkan semua kelelahan.
Bahkan tanpa pandangan orangtua yang memanjakan, keimutannya melampaui batas manusia, sampai-sampai Tokimune-san dan Akiko-san kehilangan kata-kata saking sayangnya pada cucu mereka ini.
“Jadi, Ayah dan Ibu tadi berciuman lagi?”
“Sa-Sakura… hal seperti itu jangan terlalu sering dikatakan di luar…”
Mengetahui fakta bahwa ekspresi kasih sayang suami istri telah disaksikan oleh putri kami, aku dan Haruka langsung memerah wajahnya.
Padahal baru kemarin rasanya masih bayi, tapi sudah bisa mengatakan hal-hal seperti ini…
“Oh begitu? Tapi Sakura sangat suka melihat Ayah dan Ibu berciuman, dan Sakura juga suka dicium lho?”
“Mou… tapi, benar juga. Ibu juga suka mencium Sakura”
Sambil berkata begitu, Haruka berlutut untuk menyamakan pandangannya dengan putrinya, lalu dengan lembut mencium pipinya.
Sakura pun menyipitkan matanya dengan ekspresi sangat bahagia.
(Ah…)
Saat memandangi dua orang yang kucintai ini, aku bisa merasakan seluruh diriku dipenuhi dengan kebahagiaan yang sempurna.
Justru karena aku tahu kehampaan dan keputusasaan yang bisa saja terjadi, aku bisa benar-benar merasakan bahwa pemandangan ini lebih berharga dari semua kekayaan di dunia.
Dadaku terasa begitu penuh sampai hampir meluap, dan aku merasa terharu sampai mataku berkaca-kaca.
(––Aku telah sampai. Di masa depan yang kuimpikan)
Tiba-tiba aku teringat akan jejak panjang yang telah kulalui.
Awalnya bermula dari penyesalan akan hidup yang dipenuhi kegagalan.
Diriku yang hanya bisa memilih takdir untuk terus mengeluarkan air mata dan darah, terasa begitu menyedihkan.
Lalu, dengan menjadikan penyesalan sebagai bahan bakar dan harapan sebagai jalan, aku mulai berlari.
Untuk mendapatkan apa yang benar-benar kuinginkan, aku melesat dengan segenap jiwa raga tanpa takut untuk berjuang.
Dan begitulah, aku berada di sini sekarang.
Di cakrawala yang kuinginkan, kudoakan, kurindukan, dan ingin kucapai dengan sangat.
“Kalau begitu, ayo kita masuk ke rumah. Fufu, hari ini menu favoritmu lho Sakura, hamburger steak. Ditambah telur mata sapi juga!”
“Benarkah!? Wa, waaaa! Aku harus cepat-cepat cuci tangan!”
Ketika Haruka memberitahu dengan ekspresi penuh kasih sayang, mata Sakura berbinar-binar dan dia langsung berlari ke pintu masuk, lalu tergesa-gesa masuk ke dalam rumah.
Melihat tingkah putri kami yang menggemaskan itu, wajah kami berdua melembut dengan senyuman.
“Kalau begitu, kita juga masuk yuk… Ah, Haruka”
“Ya?”
Ini adalah kata-kata yang sudah sering kuucapkan, dan aku sadar bahwa frekuensiku mengucapkannya cukup tinggi.
Tapi tetap saja, ketika perasaan di dadaku meluap, aku tidak bisa menahan diri untuk tidak mengatakannya.
“Aku mencintaimu”
“…!”
Padahal baru saja kita berpelukan dan berciuman, tapi Haruka tetap merona setiap kali mendengar perasaanku.
Reaksinya yang tidak berubah sejak masa sekolah itu terasa begitu menggemaskan.
‘Ya… aku juga merasakan hal yang sama”
Dengan pipi yang merona merah muda, Haruka merangkai kata-kata penuh perasaan.
“Aku juga mencintaimu––Shinichiro-kun”
Di tengah kegelapan malam, Haruka tersenyum cerah bagaikan bunga yang mekar sempurna.
Tidak ada secuil pun kesuraman di sana, hanya ada kebahagiaan yang meluap-luap.
Lalu, kami bergandengan tangan menuju rumah kami yang memancarkan kehangatan.
Di dada ada sedikit rasa bangga pada diri yang telah terus berlari.
Di masa depan ada jalan yang bersinar begitu terang.
Di sampingku ada orang yang berbagi perasaan denganku, dan kristal kecil kebahagiaan kami.
Sambil menghayati kebahagiaan ajaib yang telah kuraih––
Kami melangkah menuju masa depan yang telah kami menangkan ini.
✽✽✽✽✽
Balas Dendam Masa Muda Seorang Mantan Hikikomori: Menjalani Kehidupan Kedua dengan Gadis Se-Angelic Itu
-Tamat-
Ucapan Terima Kasih dan Kata Penutup
https://kakuyomu.jp/users/keinoYuzi/news/16817330665962904146