Oya ga Saikon. Koibito ga Ore wo「Onii-chan」to Yobu Youni Natta – Vol. 01 || Chapter 03.2

Chapter 3 – Part ②

 

“Apa yang sedang kamu lakukan…?” tanyaku yang kebingungan.

“Tidak! I-ini… ini hanya sedikit, ya, sedikit improvisasi!!”

Seorang Neneka yang terkejut menjadi merah padam dan menyembunyikan area dadanya dengan lengannya.

–Apakah dia memakai kemejaku dengan seenaknya?

Tidak, tidak, sebaliknya, itu terlalu imut…!!

Apakah ini Kare-Shirt yang dirumorkan itu?

Kenapa dia terlihat sangat imut meskipun dia memakai kemeja longgar seperti one-piece?

Mungkinkah karena aku tau dia lebih kecil dari ukuran tubuhku sendiri sehingga membuatku penasaran dan menimbulkan rasa ingin melindunginya?

Terlebih lagi, jika aku melihat lebih dekat, aku bahkan bisa melihat garis bra di balik kemeja tipisnya.

Aku juga bisa melihat sekilas belahan yang dibentuk oleh dadanya.

Aneh…

Meskipun aku ingin melindunginya, perasaan kontradiktif apa ini yang sepertinya tidak tertarik untuk melindunginya…

“Aku akan melepasnya segera… atau begitulah yang ingin kukatakan, tapi aku tidak memakai pakaian apa pun di dalamnya… jadi, bisakah kamu keluar sebentar?”

“Ya”

Dengan patuh aku menuruti permintaan Neneka dan keluar dari kamar mandi.

Dan kemudian, pikiran tertentu muncul di benakku.

Beberapa hari yang lalu, nenek Neneka memanggilku “binatang buas”, yang membuatku terkejut saat itu, tapi setelah kurenungkan, setiap anak SMA yang sehat memiliki setidaknya satu “binatang” yang tidur jauh di dalam hati mereka.

Ya, binatang buas dan ganas yang bisa mengamuk jika kita membuat satu kesalahan saja.

Namun, kami, anak laki-laki SMA tidak berniat membiarkan binatang buas itu lepas kendali dan liar.

Aku berusaha menjinakkannya agar tidak mengganggu orang-orang yang tinggal di sekitarku.

Namun, terkadang ada gadis seperti Neneka yang bisa dengan cepat membebaskan makhluk yang sedang tidur ini, yang kemudian menjadi liar seketika, jadi itu pasti masalah.

Kemudian lagi, itu sangat merepotkan karena semua yang akan terjadi akan dilakukan secara tidak sadar.

Bahkan sekarang, “binatang buas” di dalam diriku sedang menjilati bibir dan giginya dengan lidahnya ketika tiba-tiba aku melihat Neneka memakai bajuku.

Sambil menunggu Neneka berganti pakaian, aku terus-menerus menarik napas dalam-dalam untuk menenangkan pikiran.

Memelihara hewan bukanlah tugas yang mudah.

“Kamu bisa masuk sekarang, aku sudah berganti pakaian”

Aku mendengar suara dan dengan perlahasn membuka pintu.

Neneka sekarang memakai kaosnya di kamar mandi.

“Umm… mungkinkah kamu datang untuk membantuku?”

“Ya… kupikir akan lebih cepat jika kita bekerja sama”

“Terima kasih. Itu sangat membantu”

Neneka mengeluarkan cucian kering dari mesin cuci, melipatnya, dan memasukkannya ke dalam keranjang.

Ada empat keranjang, masing-masing untukku, Neneka, ibuku dan ayah Neneka secara terpisah.

Berdiri di sebelah Neneka, aku juga mengulurkan tangan untuk mengambil baju.

Aku mengambil celana piyamaku dan tiba-tiba melihat Neneka.

Melihat kaos neneka terasa aneh.

–Kenapa aku bisa melihat jahitan kausnya?

Memeriksa bagian belakang leher, benar saja, ada tanda yang tergantung di bagian depan.

“Umm? Neneka… kaosmu mungkin terbalik?”

“Huh!? Tidak mungkin!? Ya ampun… sangat memalukan…”

Wajah Neneka menjadi merah padam saat menyadari kalau kaosnya terbalik.

Mungkin saat berganti dari kemejaku ku, dia terburu-buru memakai kaosnya dan karena teburu-buru, dia tidak menyadari kalau dia memakai pakaiannya terbalik.

“Mou… tidak lagi… Aku sudah menunjukkan sisi memalukanku sejak kita mulai hidup bersama… ka-kamu tidak kecewa, kan?”

Mata Neneka berair.

Aku bisa dengan mudah mengatakan kalau dia khawatir tentang apa yang harus dilakukan jika aku mulai membencinya.

Meskipun tidak mungkin seseorang sepertiku, yang menganggap setiap tindakannya lucu dan menggemaskan, akan membencinya.

“Aku tidak kecewa sama sekali. Aku senang menyaksikan berbagai sisi Neneka. Jika kita tidak mulai hidup bersama sebagai saudara, aku mungkin tidak akan pernah memiliki kesempatan untuk melihat Neneka seperti ini. Aku beruntung…”

“Fufu… kalau begitu tidak apa-apa, kurasa”

Neneka tersenyum gembira dan melemparkan tubuhnya ke arahku.

Ketika aku menangkap dan mendorongnya, dia kembali melemparkan dirinya ke arahku.

Sambil bercanda sejenak seperti itu, aku mulai merasa kalau Neneka itu cantik dan menawan.

Aku memeluk Neneka erat-erat saat dia kembali melompat ke atasku.

Bau sampo Neneka yang terpancar dari rambutnya sangat harum.

Aku bisa merasakan dengan jelas tubuh Neneka yang hangat dan lembut melalui kaos tipisnya.

“Daiki…”

Neneka memelukku kembali dengan erat sambil memanggil namaku.

“T-Tunggu! Neneka… b-bagaimana dengan aturannya?”

“Ini tidak di depan orang tua kita, jadi tidak melanggar aturan. Jadi, tolong, sebentar saja…”

Neneka semakin mendekat.

–Oh tidak, ini buruk… apa yang harus aku lakukan?

Aku tidak berpikir aku akan bisa melepaskannya lagi jika terus seperti ini…

Aku tergoda.

Sedikit dari ini sudah terasa tak cukup.

Keserakahan mulai menyerangku, ingin aku menghabiskan waktu selamanya seperti ini…

“!?”

Tiba-tiba Neneka memisahkan tubuhnya dari tubuhku.

“Apa yang telah terjadi?”

Sebelum aku bisa mendengar jawabannya, aku melihat situasi saat ini.

Langkah kaki…

Interaksi…

Ibuku dan ayah Neneka mendekat…!

Neneka dan aku langsung beralih ke mode kakak beradik.

Aku buru-buru mengeluarkan cucian dari mesin cuci dan mulai melipatnya.

#Gacha.

“Neneka-chan. Apakah kamu sudah selesai? Kamu sudah bekerja cukup keras sepanjang hari, jadi biarkan ibu membantu sisanya, oke?”

“Ayah juga akan membantu, jadi kamu tidak perlu khawatir”

Sementara ibuku membuka pintu kamar mandi.

Ayah Neneka muncul, memuncak dari belakang.

Saat itu Neneka berkata tajam padaku.

“Onii-chan! Lipat cucian lebih hati-hati!”

“Maafkan aku!!”

“Ara-ara Daiki… apakah Neneka-chan sudah tau kalau kamu ceroboh?”

“Sulit, bukan? Lipat cucian dengan rapi. Aku juga selalu diperingatkan oleh Neneka… Jadi, umm… Neneka? Bukankah kaosmu sudah terbalik?”

“Ah! Ini, umm… itu benar! Aku juga baru menyadarinya!”

“Sungguh, Neneka juga agak ceroboh…”

“Ahaha…”

Pada akhirnya, semua orang melipat cucian mereka sendiri sambil berdebat.

Sayangnya aku diinterupsi saat sedang menikmati waktu kekasihku bersama Neneka, tapi aku tidak merasa seburuk itu.

Ini juga merupakan waktu yang menyenangkan dan memuaskan.

Meski begitu, harus kubilang, Neneka begitu cepat berubah dan juga pandai berakting dalam sekejap.

Kami berdua melakukan yang terbaik untuk melipat cucian beberapa saat yang lalu.

Sungguh luar biasa memberikan suasana seperti itu dengan begitu mudahnya.

–Kami aman, makasih Neneka.

Rasanya seperti kami telah melewati jembatan berbahaya hari ini, tapi entah kenapa hubungan kami juga tidak terungkap hari ini.

 

✽✽✽✽✽

 

Keesokan harinya.

Kupikir karena hari ini adalah hari Minggu, seluruh keluarga akan berada di rumah karena ini adalah hari libur.

Namun, di sinilah aku, di rumah sendirian.

Orang tuaku pergi berbelanja, sementara Neneka berkata, “Tadi malam, teman-temanku tiba-tiba menelepon untuk meminta belajar bersama”, dan pergi.

Sementara kupikir penting untuk bersosialisasi dengan teman-teman, itu adalah kesempatan untuk berduaan bersama satu sama lain…

Memikirkan kalimat itu, aku mulai merasa sangat kesepian.

–Jangan memikirkan sesuatu yang sangat tidak keren…

Cemburu pada teman-temannya terlalu berpikiran sempit, bukan?

Ingin menyingkirkan diriku yang cemberut, aku mencuci muka di kamar kecil.

Kemudian aku mengambil sebotol plastik soda dari lemari es dan naik ke atas.

Segera setelah aku memasuki kamarku, aku membuka jendela dan pergi ke meja belajarku.

Walaupun tahun depan aku harus ujian, sekarang sedikit berbeda dari sebelumnya, ketika aku hanya bisa bertemu dengan Neneka di sekolah.

Saat ini, kami tinggal di rumah yang sama sebagai kakak beradik dan memiliki hubungan dimana kami makan dan tidur di bawah atap yang sama.

Meskipun kami sudah menjadi dekat sejauh ini, aku tau aku hanya terlalu serakah, ingin lebih banyak menghabiskan waktu bersama.

“Apakah aku memaksa?”

Karena dia adalah pacar pertamaku, aku tidak bisa menganalisis emosiku dengan tenang.

Karena aku memutuskan untuk tidak memberitahu siapa pun bahwa kami berpacaran, tidak ada orang yang bisa kuajak bicara dengan santai.

Jika aku mulai mengkhawatirkan hal ini, aku merasa hal itu pada akhirnya akan memengaruhi kesehatan mentalku.

–Bahkan jika aku khawatir, itu tidak berguna.

Jika aku memiliki waktu luang semacam itu untuk khawatir dengan sia-sia, lebih baik gunakan waktu itu untuk fokus pada masalah yang ada.

Aku membuka buku referensi matematikaku dan mulai memecahkan masalah.

Aku akan mengikuti ujian masuk universitas pada awal tahun berikutnya.

Jika aku tidak rajin belajar, Neneka pada akhirnya akan kecewa jika aku menjadi ronin.

Bahkan sekarang, Neneka juga harus rajin belajar bersama teman-temannya…

–Neneka bilang dia akan kembali lebih awal, tapi aku ingin tau jam berapa sekarang…

Jam di dinding sudah menunjukkan pukul 10.50 pagi.

Dia bilang dia akan kembali setelah makan siang.

Jadi, jika dia kembali, sekitar jam 3 sore.

… Tunggu… kenapa yang kulakukan hanyalah memikirkan Neneka sejak beberapa waktu yang lalu?

Aku bahkan belum menyelesaikan tugas satu ons pun!!

Membenci diriku sendiri karena memikirkan Neneka, saat berikutnya, aku menghela nafas.

Dan seolah-olah untuk menghentikanku menyimpang dari studiku lagi, aku makan ramen instan untuk makan siang.

Dan kemudian, tepat ketika aku sedang bermain-main, hampir tertidur di tempat tidurku, saya mendengar suara pintu depan terbuka.

“Aku pulang…”

–Itu Neneka!

Begitu mendengar suara Neneka, aku bergegas keluar kamar, berlari menuruni tangga dan menuju pintu depan.

“Selamat datang kembali!”

Melihatku berlari lurus ke pintu masuk, Neneka tersenyum lembut sambil berkata.

“Apa ada yang salah…? Kamu hanya terlihat seperti seekor anjing yang senang melihat pemiliknya kembali ke rumah”

Wajahku langsung memanas.

–Kurasa aku terlihat terlalu putus asa.

Maksudku…

Analogi seekor anjing yang senang melihat pemiliknya pulang sangat cocok dengan kasusku.

“Apakah orang tua kita sudah kembali?”

Neneka masuk ke dalam rumah sambil bertanya.

“Nuh-huh. Mereka belum kembali”

“Jadi begitu. Kurasa ini… waktu kekasih kita sekarang”

Kata-kata Neneka menghilangkan rasa malu yang kurasakan beberapa saat yang lalu.

Aku juga bisa melihat Neneka gelisah.

Tiba-tiba, aku menjadi gugup ketika aku menyadari bahwa hanya kami berdua saja di rumah.

Neneka pasti juga pulang lebih awal, berniat menghabiskan waktu bersamaku sebagai kekasih.

Dengan kata lain… Neneka juga ingin melakukan hal mesra denganku secepat mungkin.

Bahkan bagiku, karena aku ingin menikmati suasana seperti itu bersama Neneka.

Aku sudah menunggunya sejak tadi pagi.

Namun, ketika sampai pada suasana seperti itu, entah bagaimana aku mulai bersikap defensif.

Padahal kami masih berdiri di depan lorong, dekat pintu masuk.

Suasana menjadi agak canggung dan menjengkelkan.

Komentar