Kodokuna Ore to Kokōna Sewayaki Megami-sama – Chapter 03


Chapter 03 – Bertemu Lagi

 

Hari ini, ruang kelas masih dipenuhi orang-orang bodoh yang membuat keributan.

Saat ini, kelas sepenuhnya dibagi menjadi 2 kelompok. Mereka yang memutuskan untuk tidak mengganggu orang-orang bodoh dan mereka yang sama-sama membuat keributan bersama mereka.

Kelompok yang tidak mengganggu mereka bukan berarti terisolasi.

Mereka berada dalam kelompok kecil atau berkomunikasi dengan kelompok terisolasi lainnya.

Dengan kata lain, aku adalah satu-satunya yang benar-benar terisolasi dari yang lain.

Lonceng berbunyi menandakan istirahat makan siang dimulai.

Aku meninggalkan kelas dengan membawa onigiri yang kubeli di toko serba ada dalam perjalan ke sekolah.

Hmmm… dimana aku harus makan?

Aku tidak bisa memikirkan tempat tertentu, jadi aku akhirnya pergi ke petak bunga di belakang gedung sekolah tempat aju selalu menyirami bunga.

Ada bangku di dekat petak bunga itu, dan kupikir itu tepat karena hampir selalu kosong.

Meskipun aku telah menyelesaikan makan siangku, tidak ada banyak yang harus dilakukan.

Karena aku tidak punya sesuatu untuk dilakukan, aku berpikir untuk memainkan HP ku, tetapi kemudian aku berpikir bahwa sejak aku berada disini, mungkin juga untuk menyirami tanaman, jadi aku tidak perlu kembali sepulang sekolah.

Aku mencabut gulma yang terlihat dan kemudian menyirami tanaman.

Kemudian, aku melihat seseorang mendekat.

“… Ara? Bukankah kamu lebih awal hari ini?”

“Satsukawa-senpai…”

Tanpa diduga, itu seorang dewi datang.

Sang dewi menatapku, lalu mengalihkan pandangannya ke petak bunga, melihat gulma yang telah dikumpulkan, lalu menatapku lagi.

“Aku sering melihatmu sepulang sekolah saat pergi ke sini, tapi ini pertama kalinya aku melihatmu melakukannya saat istirahat makan siang, bukan?”

“Aku tahu ada orang lain yang merawat petak bunga ini, aku tidak menyangka itu kamu, Satsukawa-senpai. Kupikir itu adalah guru kami.”

Aku berpikir bahwa mungkin salah satu guru yang merawat petak bunga.

“Aku biasanya datang ke sini saat ini. Dan sepulang sekolah, aku sering melihatmu merawat bunga.”

“Begitukah?”

Aku tidak tahu bahwa sang Dewi memperhatikanku.

Tapi lebih dari itu, aku terkejut mengetahui bahwa orang lain yang merawat bunga itu adalah sang Dewi.

Satu hal yang aku perhatikan adalah bahwa aku tidak merasakan “ketegasan” atau “ketangguhan” dari ketika aku pertama kali bertemu dengannya di atap kemarin.

Mengambil kesempatan itu, aku memutuskan untuk membuat percakapan tetap hidup untuk beberapa saat lagi.

“Aku minta maaf untuk yang kemarin…”

“Tidak, OSIS diberitahu bahwa ada orang diatap, jadi aku pergi untuk memeriksanya. Yah… sepertinya kamu baru saja terjebak dalam lelucon orang bodoh dan kekanak-kanakan itu.”

Orang ini, dia wanita yang sangat cantik, tapi kata-katanya agak kasar. Tapi kurasa dia mendengarkan percakapan itu.

Sejujurnya, kesensaraan dan rasa malu karena terlihat kemarin membuatku ingin meninggalkan tempat ini sesegera mungkin.

“Permisi, Wakil Ketua, tentang dokumen ini…”

Seorang perempuan, mungkin seorang petugas dari OSIS yang memanggil Satsukawa-senpai dengan gelarnya berlari ke arahnya.

“Ini adalah dokumen yang kemarin…”

Entah bagaimana… ekspresinya terlihat agak berbeda dari sebelumnya. Aku ingin tahu kenapa.

“Apakah itu sesuatu yangg tidak bisa ditunggu samapai pertemuan OSIS sepulang sekolah?”

Saat inim suasana dari percakapan kami baru saja menghilang dan suasana menjadi agak tegang.

Kata-kata yang keluar sangat kasar, mengingatkanku pada ketegasaan saat kemarin.

… Ini akan menjadi percakapan yang menakutkan.

“Eh? Tidak, maksudku…”

“Apakah aku harus memeriksanya disini dan sekarang atau akan terlambat jika dilakukan nanti?”

“… Maaf, tidak apa-apa bahkan jika itu sepulang sekolah”

“Jika demikian, tolong beritahu aku sepulang sekolah”

Dia langsung memunggungi petugas OSIS itu seolah-olah dia tidak berguna lagi untuknya.

Dengan kata lain, dia menghadap ke arahku…

“Maaf, karena mengganggu pembicaraan kita…”

“Tidak apa-apa. Maaf, tapi aku tidak punya banyak waktu lagi, jadi permisi!”

“Ah…”

Aku tidak bisa memaksakan diri untuk berbicara lebih jauh karena malu dengan kejadian saat di atap.



Komentar